Era digital membuat akses terhadap informasi keuangan semakin terbuka lebar. Hanya dengan scroll di media sosial, anak muda bisa mendapatkan edukasi tentang pentingnya investasi, jenis-jenis instrumen keuangan, hingga strategi menumbuhkan uang sejak dini. Bahkan, istilah seperti "financial freedom" dan "cuan dari dividen" sudah menjadi bagian dari kosakata harian banyak generasi muda.
Namun, kenyataan di lapangan sering kali berbeda. Banyak yang sudah tahu teori investasi, bahkan mengunduh aplikasi sekuritas atau e-wallet investasi, tapi akhirnya berhenti di tengah jalan.
Entah karena bosan, lupa, kehabisan dana, atau merasa hasilnya tidak instan. Lantas, apa sebenarnya yang membuat anak muda gagal konsisten dalam berinvestasi, meskipun mereka sudah paham pentingnya?
Investasi Butuh Mindset, Bukan Cuma Ilmu
Salah satu penyebab utama kegagalan konsistensi investasi adalah karena investasi dianggap sebagai hal yang instan untuk mendapatkan uang tanpa harus kerja keras.
Di dunia yang serba cepat seperti sekarang, ekspektasi pun ikut berubah. Banyak yang berharap modal seratus ribu bisa langsung jadi dua kali lipat dalam sebulan. Padahal, investasi sejatinya adalah permainan jangka panjang, bukan sulap.
Ini terkait dengan mindset yang belum matang. Mengetahui teori dan istilah keuangan seperti compound interest atau high risk high return tidak otomatis membuat seseorang siap menghadapi kenyataan bahwa investasi juga penuh fluktuasi. Ketika pasar turun, panik.Â
Ketika lihat teman pamer cuan dari koin kripto, jadi tergoda pindah haluan. Tidak sedikit yang akhirnya memutuskan untuk menarik dana dan berhenti, padahal baru sebentar mulai.
Selain itu, banyak anak muda belum punya tujuan investasi yang jelas. Tanpa tujuan, investasi mudah terasa seperti beban.
Berbeda ketika seseorang sudah menetapkan goal yang spesifik, misalnya dana menikah, beli rumah, atau pensiun dini. Tujuan inilah yang bisa menjadi jangkar agar tetap disiplin, bahkan ketika return sedang minus sekalipun.