Mohon tunggu...
tercerahkan literat
tercerahkan literat Mohon Tunggu... Broadcast

NEWS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

IMM Di Hati Karena Ada IMMawati?

27 Agustus 2025   18:50 Diperbarui: 27 Agustus 2025   18:50 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Penulis/Riski Ikra/Mahasiswa Fakultas Pertanian UMMU

Oleh: Riski Ikra
Ketua Umum PK IMM FAPERTA UMMU

KOMPASIANA-Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tak hanya dikenal sebagai organisasi mahasiswa yang lahir dari rahim Persyarikatan Muhammadiyah, namun juga sebagai ruang pembentukan kader yang membawa cita -cita Besar : menghadirkan mahasiswa beriman, berilmu, dan beramal dalam kehidupan nyata. IMM tidak hanya sebuah wadah formal yang berkutat pada rapat-rapat, diskusi, dan agenda organisatoris, melainkan sebuah ruang pengabdian yang menyatukan jiwa-jiwa pemuda - pemuda agar muda untuk belajar, tumbuh, dan berjuang bersama. IMM lahir dari kesadaran bahwa mahasiswa adalah agen perubahan, bukan sekadar penonton dalam dinamika bangsa dan lebih dari itu, IMM menghadirkan wajah Islam yang berpadu dengan gerakan intelektual dan sosial.

Di dalam perjalanan panjang IMM, ada satu hal yang tidak bisa dipisahkan dalam IMM yaitu kehadiran "IMMawati" yakni perempuan - perempuan tangguh yang menjadi denyut nadi organisasi. Kehadiran immawati bukan sekadar pelengkap, bukan pula sekadar "hiasan" dalam dinamika IMM, tetapi lebih tegas bahwa organisasi ini berdiri di atas landasan kesetaraan, keadilan dan perjuangan bersama. di balik marwah IMM yang hari ini mampu kita rasakan, ada peran immawati yang sering luput dari perhatian. Mereka hadir bukan hanya sebagai peserta rapat, bukan hanya sebagai pelaksana kegiatan. Namun sebagai motor yang menjaga IMM tetap bernyawa, tetap hidup, dan tetap berakar pada nilai-nilai Muhammadiyah.

     Seringkali kita mendengar kalimat, "IMM ada di hati karena ada immawati." Kalimat sederhana itu mungkin terdengar seakan hanya ungkapan emosional biasa, tetapi Jika direnungkan lebih dalam, ia menyimpan makna filosofis yang begitu kuat. Immawati adalah wajah kelembutan sekaligus keteguhan pada organisasi. Mereka adalah sosok yang mampu menyeimbangkan antara rasionalitas gerakan mahasiswa dengan sentuhan keikhlasan yang kadang hanya bisa dipahami melalui hati. ketika mahasiswa baru bertanya, "Mengapa harus IMM? Apa yang membuat IMM berbeda dengan organisasi lain?" maka jawaban yang muncul tak bisa dilepaskan dari peran immawati sebagai simbol keluhuran nilai, ketulusan pengabdian , serta keteguhan dalam menjaga marwah organisasi.

namun, di balik semua itu, ada pula dinamika yang patut kita refleksikan. tidak sedikit kasus dalam tubuh organisasi mahasiswa termasuk IMM yang memperlihatkan bagaimana immawati seringkali menjadi korban dari bias gender, bahkan penindasan terselubung. Atas nama "belajar" atau "proses organisasi", ada perempuan yang dipinggirkan, suaranya tidak didengar atau sekadar dijadikan simbol, tanpa benar-benar diberikan ruang setara dalam kepemimpinan. Padahal, sejarah Muhammadiyah sendiri menunjukkan bahwa kiprah perempuan begitu fundamental. Kita tentu mengenal Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan, yang dalam sejarahnya bukan hanya menjadi pendamping, tetapi juga pejuang yang menegakkan nilai Islam dan mencerdaskan umat. IMM seharusnya merefleksikan warisan itu, menjadikan immawati sebagai mitra sejajar dalam perjuangan, bukan sekadar pengikut di belakang layar.

fenomena lain yang juga kerap muncul adalah bagaimana hubungan personal terutama pacaran dalam organisasi kadang membawa dampak destruktif. Organisasi seharusnya menjadi ruang pembelajaran, ruang menanamkan intelektualitas, ruang untuk melatih kepemimpinan. tetapi ketika hubungan personal antaranggota, khususnya antara Immawan dan immawati, melampaui batas, maka organisasi seringkali kehilangan marwahnya. tidak jarang kita mendengar kisah immawati yang tiba-tiba menghilang dari ruang-ruang organisasi hanya karena masalah pribadi dengan pasangannya. Hal ini tentu sangat disayangkan. sebab organisasi yang seharusnya menjadi ladang pembentukan diri berubah menjadi arena konflik emosional. Bukan berarti kita menolak adanya perasaan cinta di antara sesama kader, karena cinta adalah fitrah, tetapi IMM harus memberi garis jelas: organisasi harus dicintai lebih dulu daripada individu di dalamnya.

dalam hal ini, ada sala satu pesan seorang immawati hebat dari IMM Kota Ternate, namanya Nadia Narto, begitu relevan untuk direnungkan. ia pernah berkata, "Cintailah dulu organisasinya baru orangnya." Pesan singkat ini sebenarnya mengandung filosofi perjuangan yang mendalam. Organisasi adalah rumah bersama. Jika rumah itu runtuh karena kepentingan pribadi, maka semua yang ada di dalamnya ikut hancur. tetapi Jika rumah itu dijaga, diperkuat dan dicintai, maka siapa pun yang ada di dalamnya akan menemukan ruang tumbuh yang sehat. IMM tidak boleh runtuh hanya karena konflik pribadi antar kader, apalagi soal percintaan. IMM harus berdiri kokoh sebagai wadah pembelajaran, dan immawati harus menjadi bagian yang aktif dalam menjaga kokoh tidaknya dalam rumah besar bernama organisasi IMM ini. Dalam sejarah Islam, kita mengenal sosok perempuan yang tangguh, bahkan lebih tangguh dari sebagian besar laki-laki di zamannya. Khadijah binti Khuwailid,  misalnya, menjadi penopang utama dakwah Nabi Muhammad SAW. Siti Aisyah menjadi rujukan ilmu pengetahuan, meriwayatkan ribuan hadis, dan menjadi guru bagi generasi setelahnya. dalam konteks Muhammadiyah, kita melihat Nyai Ahmad Dahlan yang bukan hanya mendampingi Ahmad Dahlan, tetapi juga melahirkan gerakan 'Aisyiyah yang hingga kini menjadi tonggak penting perjuangan perempuan dalam Islam. Immawati IMM hari ini adalah pewaris dari seluruh jejak itu. Mereka bukan sekadar mahasiswa yang hadir dalam rapat-rapat organisasi, tetapi bagian dari mata rantai panjang sejarah perjuangan Islam dalam Muhammadiyah. oleh sebab itu, menempatkan immawati pada posisi setara bukan hanya kewajiban moral, melainkan perintah sejarah.

IMM harus dipahami sebagai ruang untuk menempa diri, bukan sekadar ruang mencari pasangan hidup. IMM adalah tempat untuk melatih diri menjadi manusia yang berilmu dan beramal, bukan sekadar arena untuk melampiaskan emosi pribadi. Maka kehadiran immawati di dalamnya harus dijaga marwahnya. Mereka adalah simbol bahwa organisasi ini tidak hanya milik Immawan, tetapi milik semua yang berkomitmen buat memperjuangkan Islam yang berkemajuan. Jika immawati ditindas, dikecilkan, atau dijadikan korban relasi kuasa dalam organisasi, maka yang hancur bukan hanya individu, tetapi IMM sebagai gerakan itu sendiri.

        Mahasiswa baru di tahun 2025 ini, kususnya yang ada di universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), yang akan bergabung dengan IMM nantinya, harus memahami bahwa mereka masuk ke dalam organisasi dengan sejarah panjang, nilai luhur dan cita - cita besar. Mereka harus memahami bahwa IMM adalah organisasi kader, bukan organisasi main-main. IMM adalah rumah perjuangan yang didirikan di atas landasan keilmuan, keimanan, dan keikhlasan. di dalamnya ada ruang untuk belajar retorika, ada ruang untuk mendalami pemikiran, ada ruang untuk mengasah kepemimpinan, dan ada ruang untuk berproses menjadi manusia seutuhnya. tetapi semua itu hanya bisa terwujud Jika IMM dijaga marwahnya, dan salah satu cara menjaganya adalah dengan menempatkan immawati pada tempat yang terhormat. Dalam perkembangan zaman, tantangan IMM semakin kompleks. Arus globalisasi, perkembangan teknologi, hingga perubahan budaya mahasiswa, hal ini menuntut IMM untuk adaptif. namun, adaptasi itu tidak boleh membuat IMM kehilangan jati dirinya. IMM harus tetap berpegang pada nilai Islam, tetap menjadikan dakwah dan intelektualitas sebagai poros, dan tetap menjadikan kebersamaan antara Immawan dan immawati sebagai fondasi. Organisasi ini tidak boleh runtuh oleh permasalahan kecil seperti konflik personal. IMM harus berdiri tegak, karena ia bukan sekadar organisasi kampus, melainkan bagian dari gerakan besar Muhammadiyah yang berusia lebih dari satu abad.

IMMawati di IMM bukan hanya perempuan biasa. Mereka adalah penerus Siti Walidah, mereka adalah kader yang diharapkan mampu membawa semangat Islam berkemajuan ke tengah masyarakat. Mereka merupakan cermin bahwa IMM bukan organisasi maskulin, tetapi organisasi yang mengakui kesetaraan. sebab itu, kalimat "IMM ada di hati karena ada immawati" tidak bisa dianggap remeh. Itu adalah kalimat yang mengandung kesadaran bahwa tanpa immawati, IMM akan pincang. Tanpa immawati, IMM akan kehilangan satu sayap krusial dalam perjuangannya. serta tanpa immawati, IMM hanya akan menjadi organisasi yang kering dari kelembutan, kepekaan sosial, dan keteguhan moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun