Hallo para pembaca setia Kompasiana, sebelum lanjut lebih dalam lagi ada pepatah yang mengatakan tak kenal maka tak sayang, nahh disini saya akan mengenalkan diri terlebih dahulu. Perkenalkan nama saya Teofilus Yans Kristian, saya mahasiswa fakultas pertanian dan bisnis, prodi Argoteknologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Disini saya akan menceritakan sedikit tentang kearifan lokal bertani di daerah tempat saya tinggal. Saya berasal dari kota yang terkenal dengan kulinernya yang bernama lumpia. Ya benar saya berasal dari Kota Semarang atau ibukota dari provinsi Jawa Tengah.
Daerah kota Semarang memiliki kontur tanah yang bisa di bilang rata, karena di daerah Semarang hanya memiliki beberapa daerah pegunungan saja. Maka untuk praktek pertanian yang cocok untuk kontur tanah daerah Semarang yang rata adalah dengan cara tumpang sari atau intercropping. Tumpang sari atau intercropping merupakan salah satu cara bertani yang bisa di terapkan di lahan yang relatif rata, dimana tumpang sari menggunakan 2 jenis tanaman atau lebih yang di tanam  dalam satu petak lahan, yang bertujuan untuk memenuhi aspek-aspek pertanian berkelanjutan.
Sebelum saya ulas lagi lebih dalam, saya akan menjelaskan terlebih dahulu tentang pertanian berkelanjutan dan aspek-aspek yang menunjang pertanian keberlanjutan. Pertanian berkelanjutan atau sustainable agriculture adalah pengolahan lahan pertanian atau sumber daya yang memperhatikan penggunaan bahan organik dalam pengolahan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas tanah agar tetap terjaga kesuburannya hingga turunan selanjutnya, serta mementingkan beberapa aspek seperti ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Sama halnya dengan Tumpang sari atau intercropping yang juga mementingkan aspek-aspek tersebut seperti
Aspek Ekonomi
Dengan penggunaan metode bertani tumpang sari atau intercropping akan menambah untung penjualan karena menjual lebih dari satu komoditas pertanian, serta mengefisiensi penggunaan lahan. Selain itu juga menjamin keberlansungan pendapatan para petani yang menerapkan metode tumpang sari.
Aspek Lingkungan
Selain berdampak baik di aspek lingkungan, tumpang sari atau intercropping juga berdampak baik di aspek lingkungan seperti meningkatkan produktivitas lahan, menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah karena penggunaan pupuk dan lahan yang efisiensi.
Aspek Sosial Budaya
Tumpang sari atau intercropping tidak hanya baik dalam aspek ekonomi dan aspek lingkungan tetapi juga baik untuk aspek sosial budaya Karena dalam pengolahan lahan dengan metode tumpang sari diperlukan kerjasama antar masyarakat petani, sehingga dapat meningkatkan tali persaudaraan dan tetap menjaga adat budaya gotong-royong.
Didunia yang semakin berkembang pesat akan teknologinya kita harus tetap memperhatikan dan melestarikan pertanian berkelanjutan yang memiliki kearifan lokal seperti tumpang sari, agar tidak hilang digerus oleh perkembangan zaman. Karena tumpang sari memiliki manfaat yang sangat baik dari aspek ekonomi, lingkungan, bahkan sosial budaya. Jika semua petani di Indonesia menerapkan pertanian berkelanjutan yang memiliki kearifan lokal dalam usaha taninya, Â petani akan tetap menjaga kesuburan tanah/lahannya dan hasilnya masih bisa dinikmati oleh anak cucunya nantinya.