Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontemplasi Hari Perdamaian Dunia

18 September 2020   08:45 Diperbarui: 18 September 2020   08:48 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari Perdamaian Internasional diperingati setiap tanggal 21 September. Peringatan ini didedikasikan demi perdamaian dunia, dan secara khusus demi berakhirnya perang dan kekerasan. Hari Perdamaian Internasional pertama kali diperingati tahun 1982, dan dipertahankan oleh banyak negara, kelompok politik, militer, dan masyarakat.

Pada tahun 2013, untuk pertama kalinya, hari peringatan ini didedikasikan oleh Sekretaris Jenderal PBB untuk pendidikan perdamaian, sebagai sarana pencegahan yang penting untuk mengurangi peperangan yang berkelanjutan.

Keputusan majelis umum PBB menetapkan peringatan hari perdamaian dunia seharusnya dapat menjadi peluang yang baik untuk menyadarkan arti pentingnya penghentian kegiatan militer di seluruh dunia, serta pemahaman bagi seluruh bangsa tentang arti pentingnya nilai kemanusiaan, terutama di daerah konflik.

Penghargaan bergengsi Nobel Perdamaian tahun ini, bakal jatuh ke tangan remaja aktivis lingkungan hidup asal Swedia, Greta Thunberg,  Presiden AS Donald Trump atau kandidat lainnya : Siapa paling layak?

Untuk Indonesia, peringatan perdamaian dunia seharusnya memiliki nilai khusus bagi seluruh rakyat untuk memahami dan menghargai perbedaan sehingga tidak perlu terjadi konflik yang mengatasnamakan perbedaan SARA.

Kegiatan seperti ini harus menjadi momentum untuk memantapkan komitmen dan semangat pengabdian dalam mendukung dan menjaga sejuknya kehidupan beragama di Indonesia serta mewujudkan kedewasaan beragama.

Muaranya adalah kondisi kehidupan beragama yang harmonis, benar-benar saling menghormati dan saling menghargai antar berbagai pemeluk agama yang ada di Indonesia. Hal ini mutlak dan wajib hukumnya kalau masih ingin berdomisili di Indonesia, karena Indonesia merupakan Negara yang menghargai pluralisme, tidak hanya dalam hal suku bangsa dan budaya, namun juga agama.

Kalau Presiden Jokowi selalu mengajak bangsa Indonesia untuk melakukan revolusi mental di segala bidang, maka revolusi mental dalam konteks kehidupan beragama dan berkeyakinan, berbangsa dan bernegara juga termasuk di dalamnya.

Revolusi mental merupakan upaya perubahan mendasar terhadap cara pandang, merasa, meyakini, bersikap dan bertindak sehingga membawa spirit positif bagi kehidupan beragama.

Dalam konteks kehidupan beragama dan bermasyarakat, kalau masih ada yang berpandangan, bersikap maupun bertindak eksklusif, merasa ajaran agamanya paling benar, sehingga menjaga jarak dari pemeluk agama lain, ini namanya primitif, maka harus segera melakukan revolusi mental.

Revolusi mental ini harus kita mulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga. Dalam keluarga, harus benar-benar ditanamkan ketaatan menjalankan perintah agama, yang di dalamnya juga memuat perintah toleransi dan kerukunan kehidupan beragama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun