Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilkada, Surga Kreatif Kaum Muda

18 Juni 2020   16:01 Diperbarui: 18 Juni 2020   15:55 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tahun 2020 bolehlah kita sebut sebagai tahun politik, karena akan digelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di negeri ini. Dan, tentu mesti dijauhkan dari rasa kekhawatiran dan ketakutan, tapi harus disambut dengan asik dan cerdas menangkap pasar yang begitu terbuka atas arus uang yang bisa diraup dalam perhelatan demokrasi ini. Tak sedikit kalangan menilai, pilkada bakal menjadi lahan empuk bagi mereka yang punya kreatifitas, inovasi bahkan mampu berpikir out of the box. 

Sinyalemen Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia menilai tahun politik, termasuk pilkada 2020 akan menjadi tahunnya industri kreatif. Pasalnya, pada momentum itu akan memicu industri kreatif untuk terus bergairah dan nantinya bisa berdampak positif bagi pertumbuhan. Sedikitnya, pesta raya demokrasi itu bakal membuka efek baru, banyak lapangan pekerjaan baru dan terbuka bagi siapapun yang cakap mengelolanya.

Butterfly Effects atau efek kupu-kupu hanya istilah yang merepresentasi sebuah keputusan kecil yang tampaknya tidak berarti, dipandang sebelah mata namun dapat mengubah jalan hidup. Istilah efek kupu-kupu kali pertama dipakai oleh Edward Norton Lorenz, merujuk pada sebuah pemikiran bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brasil yang secara teoritis dapat memicu tornado di Texas beberapa bulan kemudian. Keputusan-keputusan kecil itu diyakini memicu serangkaian peristiwa yang mengubah nasib seseorang.

Setiap tahapan pilkada pun sebenarnya bisa menghasilkan rupiah, namun tentunya hanya bagi orang yang kreatif. Sebut saja tahap pendataan, pastilah dibutuhkan tenaga pendata dari kalangan kaum  muda atau mahasiswa, meski dengan honor terbilang murah, tapi lumayan untuk menggemukkan isi saku, seperti halnya kala kawan-kawan mahasiswa terlibat dalam kegiatan sensus ekonomi, dll.

Pada sesi kampanye apalagi, di sini seluruh paslon dan parpol pengusungnya berlomba-lomba mengenalkan kandidatnya dan meraih hati masyarakat dengan pelbagai cara yang menarik. Ada yang bergiat memproduksi varian cinderamata, bendera, tas, gantungan kunci dengan pesan-pesan khusus. Pada titik ini pula anak muda yang melek IT punya lapangan baru untuk mendesain dan menjual produk T-shirt, baliho, spanduk, bannner maupun iklan politik bahkan kampanye via virtual, seperti google meet, zoom, dll, di media. Semua gembira, berbagi rejeki dan mencerdaskan juga.

Bahkan, hingga hari pelaksanaan pilkada, nampaknya hujan uang tak pernah habis. Sebut saja para penjaja, seperti pedagang kecil, warungan, pengasong memperoleh uang segar dari berkah pilkada. Bagi yang punya usaha rental soundsystem, mobil atau kendaraan, LED juga tak kalah mendapat bagian dari kue demokrasi.

Sumber-sumber ekonomi baru itu serasa digelar dalam gelaran pilkada itu, tepatnya pra-saat dan pasca pilkada. Bagi pendongeng pun bisa berburu rupiah lewat kisah dan cerita tentang para calon, ketika kecil, anak-anak, remaja hingga dewasa. Yang tentu semuanya bermuara pada spirit memotivasi kaum muda untuk mengenal para calon dengan prestasi-prestasi yang digenggamnya. Bagaimana ia berjuang ikut membantu menyelesaikan PR-PR bangsa, dll. Endingnya, mereka tidak golput.

Kawan-kawan muda yang hobi berkesenian dan berkebudayaan juga bisa memperoleh kavling baru dalam pesta politik tahun ini, misalnya dengan menggelar event-event budaya, kesenian, film (layar tancap, misalnya) dan pertunjukkan kesenian tradisional. Sebut saja, wayang, kethoprak, ludruk, lengger, dll, semua bisa dikemas atraktif dalam frasa edukasi mendorong dan menggerakkan masyarakat melek politik sekaligus menghibur massa pendukungnya. Ini juga bakal menebalkan pundi-pundi-pundi penyanyi, penari, pelawak dan pelaku kesenian lainnya..       

Gula-gula Politik

Bagi kaum muda yang cakap bicara, diskusi, seminar juga mendapatkan tempat bagi dirinya untuk menguik gula-gula politik lewat keringatnya dalam berbagai kegiatan akademik kepestademokrasian, baik di kota dan pedesaan.

Penyelenggara pilkada di TPS-TPS pun tak kalah menariknya juga bisa bersolek dengan pakaian-pakaian tradisional jawa maupun nusantara. Ini juga menjadi pemantik dapur ekonomi pembuatan dan atau penyewaan baju adat tidak tergolek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun