Mohon tunggu...
Temy Ramadan
Temy Ramadan Mohon Tunggu... -

Mahasiswa kesehatan masyarakat prodi studi gizi dari Paris van Djava yang merantau ke kota belimbing. Tertarik pada bidang kesehatan, seni, dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rokok Sebagai Fungsi Sosial

10 Agustus 2013   10:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:28 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keberadaan rokok dalam masyarakat sudah tidak bisa dipisahkan. Hampir dalam setiap kesempatan, rokok hadir mengisi setiap ruang sosial. Dari kaum elite sampai gelandangan sekalipun. Banyaknya tanggapan yang bermunculan pun tidak bisa mengelakan bahwa rokok dekat dengan kita. Lalu, sebenarnya apa peran yang dimainkan oleh batangan tembakau ini?

Ada yang mengatakan kalau rokok sebagai cemilan sehari-hari seperti permen, bahkan ada pula yang menganggap kalau rokok sama pentingnya seperti oksigen yang kita butuhkan untuk bernapas. Anggapan tersebut muncul akibat kebiasaan merokok. Peneliti Lembaga Demografi FE UI Abdillah Ahsan menyatakan jika pada tahun 1995 jumlah perokok di Indonesia sebanyak 30 juta orang, maka pada tahun 2007 akan menjadi 65 juta perokok. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlahnya menungkat lagi menjadi 70 juta perokok yang diperkirakan mengkonsumsi 260 miliar batang rokok. Kebiasaan merokok dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, diantaranya pendidikan orang tua, pengawasan orang tua, dan lingkungan sekitar seperti saudara kandung dan teman akrab yang menyebabkan seseorang memutuskan untuk merokok. Selain itu, kebiasaan merokok juga dipengaruhi pola hidup yang mulai bergeser. Asumsi bahwa merokok dianggap modern, elite, keren, dewasa, dan maskulin pada pria atau sensual pada wanita juga merupakan salah satu faktor pemicu seseorang untuk memutuskan menjadi perokok.

Banyak yang berpendapat bahwa rokok telah berkontribusi dalam kehidupannya. Dengan merokok, maka otak mereka menjadi encer sehingga dapat memperlancar urusan pekerjaan mereka. Ada pula yang menyuarakan kalau dengan merokok, stres mereka menjadi hilang. Kaum elite menjadikan merokok sebagai gaya hidup dan menjadikan rokok sebagai tanda  kalau mereka modern. Sedangkan rakyat jelata biasanya menikmati rokok sebagai pelepas penat setelah bekerja. Tanpa membedakan strata sosial, rokok mempunyai peran yang kuat dalam sosial.

Banyak anggapan bahwa merokok adalah buruk. Namun tidak selamanya begitu. Rokok diyakini meberikan rasa keakraban antar warga, menciptakan rasa kekeluargaan. Rokok sering hadir dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan masyarakat, khususnya kegiatan yang banyak diikuti oleh kaum lelaki. Kebiasaan merokok hadir dalam acara pesta pernikahan, perkumpulan bapak-bapak di pos ronda, musyawarah warga, bahkan selepas rapat yang dianggap sangat formal. Pada media massa pun dapat dilihat banyak iklan rokok bertebaran, tidak lupa dengan jargon-jargon seperti “Lelaki punya selera” dan “My life, my adventure” yang dapat membuat masyarakat tertarik dan tertantang dengan mencontoh yang ditampilkan pada iklan tersebut, tidak lupa dengan rokoknya. Dapat dilihat bahwa rokok secara disadari maupun tidak berperan dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya Indonesia, meskipun tidak sedikit yang menentangnya.

Melihat fenomena seperti itu, apa yang harus kita lakukan dalam menyikapinya? Kita tidak bisa sertamerta melarang orang untuk tidak merokok hanya dengan alasan tidak sehat. Tentu saja kita akan kalah debat dikarenakan manfaat yang mereka rasakan dan akan memunculkan gejolak sosial yang hebat. Saya rasa melakukan demo pun kurang efektif, meskipun berhasil mengurangi atau memberantas rokok di nergeri tercinta kita ini dari sisi produksi atau eksistensi, tetap saja para perokok yang telah ‘menjiwai’ untuk merokok akan terus mencari dan memasukan rokok dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Salah satu tindakan yang bisa lakukan adalah melakukan metode preventif, mencegah orang-orang yang tidak merokok untuk tidak mencoba atau tidak ketagihan rokok. Menyadarkan mereka akan bahaya yang ditimbulkan rokok tidak sebanding dengan manfaat yang akan mereka rasakan. Tidak saja dari sisi kesehatan, dilihat dari segi ekonomi dan agama pun beranggapan buruk terhadap rokok. Menciptakan lingkungan yang anti rokok pun dapat mengurangi konsumsi rokok. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan dan hubungan yang sehat tanpa rokok!

Sumber:

-Demartoto, Argyo. Dr. Argyo Demartoto, M.Si. http://argyo.staff.uns.ac.id/2013/05/030/perempuan-dan-rokok-kajian-sosiologi-kesehatan-terhadap-perilaku-kesehatan-reproduksi-perempuan-perokok-di-kota-surakata diakses pada 7 Agustus 2013 pukul 15.00 WIB.

-Zanuar R., Purwito. aBANG-aBANG neng WETAN. http://fisip.uns.ac.id/blog/purwitososiologi/2013/07/06/kalo-rokok-jahat-kok-bikin-orang-jadi-akrab/ diakses pada 7 Agustus 2013 pukul 15.13 WIB.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun