Penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 24 Desember 2024 menandakan langkah serius dalam penegakan hukum di Indonesia. Hasto, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, diduga terlibat dalam kasus suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, bersama dengan mantan calon legislatif PDIP, Harun Masiku.
KPK menjerat Hasto dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, memang menjadi perhatian publik, terutama terkait persepsi terhadap independensi dan integritas hukum di Indonesia. Beberapa pihak menilai bahwa hukum harus ditegakkan secara adil dan tidak boleh ada anggapan bahwa hukum bisa dipermainkan oleh kepentingan tertentu.
Dalam konteks ini, penting bagi aparat penegak hukum untuk bekerja secara transparan, profesional, dan tanpa intervensi politik. Publik pun perlu mendapatkan informasi yang jelas agar tidak muncul spekulasi atau persepsi negatif terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
KPK harus menunjukkan bahwa mereka tetap independen dan tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum, termasuk dalam kasus yang melibatkan Hasto Kristiyanto. Penegakan hukum yang adil dan transparan sangat penting agar publik tetap percaya pada integritas lembaga anti-korupsi ini.
ada beberapa langkah yang bisa dilakukan KPK:
Transparansi Proses -- Menyampaikan perkembangan penyelidikan dan penyidikan secara terbuka tanpa melanggar kode etik penyidikan.
Bukti yang Kuat -- Menggunakan alat bukti yang sah dan memperkuat dakwaan dengan fakta hukum, bukan hanya asumsi atau tekanan politik.
Tidak Selektif dalam Penindakan -- Jika ada pihak lain yang terlibat, mereka juga harus diproses tanpa pengecualian.
Menjaga Independensi -- Tidak terpengaruh oleh tekanan politik atau opini publik dalam mengambil keputusan hukum.