Sekularisme dalam dunia modern ditafsirkan sebagai pemisahan negara dalam segala aspeknya dengan agama. Sehingga seakan-akan negara adalah satu bagian yang terpisahkan dari negara dan tidak pernah bisa disatukan. Sekularisme ini menjadi sesuatu yang sangat diperjuangkan pemikir-pemikir barat dengan dalih bahwa keadilan agama itu sifatnya subjektif dan hanya keadilan univesal yang dapat diterima oleh semua orang. Mereka berpendapat jika agama yang dijadikan sistem negara dalam segala aspeknya maka kelompok minoritas dalam masyarakat tersebut akan merasa terdiskreditkan atau terintimidasi hak-hak keadilannya. Maka dengan dalaih-dalih serta pemikiran-pemikiran semacam ini lah yang membuat mereka terus saja mempertahankan pendirian mereka terhadap urgensi sekularisme serta membuat mereka terus saja memperjuangkannya sampai saat ini.
Dizaman yang semakin hari semakin maju, disertai perkembangan pengetahuan yang begitu pesat dalam berbagai bidang keilmuan terutama dalam bidang humaniora maka semakin jelas pula bahwa, semakin hari manusia semakin sadah bahwa butuh nilai-nilai universal yang dapat menyatukan manusia dalam hal norma kemasyarakatan, tanpa terkotak-kotak oleh nilai-nilai adat, egoisme solongan, hedonisme dan sebagainya, karna kendala terbesar dalam membuat sebuah norma tertentu adalah menyesuaikan suatu norma dengan nilai-nilai adat dan sebagainya sehingga terkesan tidak perna ada norma universal yang dapat mengatur segala aspek kehidupan umat manusia.
Dengan adanya kesadaran semacam ini maka para pakar ilmu humainiora mulai melirik dan mengkaji nilai atau norma yang terkandung dalam agama tertentu terutama agama-agama samawi yang diyakini mempunyai ajaran yang lebih bersifat universal, dengan dalil telah dapat mempersatukan manusia selama berabat-abat lamanya. Artinya sejarah telah membuktikan bahwa sebenarnya ada norma-norma tertentu yang dapat diterima secara umum oleh semua manusia, karna nilai-nilai tersebut sudah tertanam dalam sanubari manusia sejak zaman primordial. Sehingga walaupun ketika lahir dia berada dalam lingkungan yang tidak “manusiawi” dalam artian tidak sesuai dengan fitrah manusia tapi dia tetap memiliki nilai-nilai “kemanusian tersebut dalam hati sanubari sebagai mutiara yang terpendam.
Nah yang terjadi selama ini justru sebaliknya, walaupun telah ada upaya-upaya yang dilakukan beberapa ilmuan untuk mengkaji norma-norma agama (religion norm) ini. Tapi pada hakekatnya masih dalam tatanan pengkajian belaka dan tidak ada langkah-langkah kongkrit untuk menerapkan norma-norma tesebut dalam kehidupan real masyarakat sehingga bisa terbentuk masyarakat yang lebih terarah dan memiliki jaminan hukum yang lebih luas dan tidak terbatas oleh teritorial karna sifat norma agama itu adalah universal. Hal-hal seperti ini terjadi karna adanya egoisme dan fanatisme berlebihan, sehingga objektivitas dari sebuah pengkajian itu semakin absurd dan pengharapan terhadap kebenaran yang objektif itu jauh panggang dari api.
Zaman primordial adalah zaman dimana manusia masih berupa daging dibalut tulang didalam rahim ibunya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI