Mohon tunggu...
Teguh Kwatno
Teguh Kwatno Mohon Tunggu... Pendidik

Pecinta kopi, obrolan hangat, dan perjalanan hidup yang sederhana tapi penuh makna

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bijak Menyapa Suara Kritis Walimurid

27 September 2025   21:13 Diperbarui: 27 September 2025   21:13 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam perjalanan mendidik, sekolah tidak pernah berjalan sendirian. Ada guru yang berpeluh di ruang kelas, ada anak-anak yang tumbuh dengan mimpi dan rasa ingin tahu, dan ada pula walimurid yang setiap hari menyertai dengan doa, perhatian, sekaligus harapan. Dari ketiganya, lahirlah sebuah ekosistem pendidikan yang hidup dan dinamis.

Namun, tak jarang suara walimurid hadir dalam bentuk kritis. Ada pertanyaan yang terdengar tajam, ada masukan yang terasa mengusik, bahkan ada kegelisahan yang mereka sampaikan tanpa tedeng aling-aling. Pertanyaannya: bagaimana sebaiknya kita menanggapi?

Kritik sebagai tanda cinta

Kritik dari walimurid sejatinya adalah tanda keterlibatan. Ia lahir dari perhatian, bukan dari ketidakpedulian. Bila orang tua diam seribu bahasa, bisa jadi justru itulah pertanda bahwa mereka sudah tidak berharap banyak pada sekolah. Maka setiap kali suara kritis datang, marilah kita belajar mendengar dengan hati yang lapang: "Mereka peduli. Mereka ingin bersama-sama menjaga kualitas pendidikan putra-putrinya."

Mendengar lebih dalam

Sering kali yang muncul di permukaan hanyalah gejala. Kalimat protes bisa jadi hanyalah ungkapan dari rasa khawatir, cemas, atau bahkan bingung menghadapi perkembangan anak. Di balik nada kritis, bisa tersimpan cinta yang besar. Karena itu, mari berlatih mendengar bukan hanya apa yang diucapkan, tetapi juga apa yang dirasakan.

Menjawab dengan kearifan

Tidak semua kritik harus langsung dipatahkan dengan argumentasi. Adakalanya kita cukup mengucapkan, "Terima kasih atas perhatiannya, Bapak/Ibu. Masukan ini penting untuk kami renungkan." Jawaban sederhana seperti itu bisa menjadi jembatan kepercayaan. Dengan kearifan, kritik berubah menjadi dialog, bukan konfrontasi.

Refleksi untuk perbaikan

Setiap kritik yang datang dapat menjadi cermin. Barangkali ada yang memang perlu kita benahi. Mungkin soal komunikasi yang kurang jelas, pelayanan yang bisa ditingkatkan, atau inovasi pembelajaran yang perlu disegarkan kembali. Kritik membuat kita tidak berpuas diri, melainkan terus belajar memperbaiki diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun