Mohon tunggu...
Teguh Hariyanto
Teguh Hariyanto Mohon Tunggu... Guru - "Seorang biasa yang ingin berbagi kisah kehidupan bagi sesama untuk kehidupan yang lebih baik"

Segala yang dilalui meninggalkan kenangan dan menjadikan pengalaman membawa perubahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idealis dan Realistis

22 Oktober 2022   19:47 Diperbarui: 22 Oktober 2022   20:02 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

  Tak terasa sudah 5 tahun saya bekerja di sini, begitu rekan kerjaku mengawali pembicaraan. 

Menanggapi hal itu seraya saya bertanya  wah kerasan juga ya kamu kerja disini? ia pun menjawab:"Jika ditanya kerasan atau tidak pasti jawabannya adalah tidak. Namun, masalahnya ini bukan kerasan (betah) atau tidak betah, ini masalah perut. Jika saya tidak kerja saya mau makan apa, anak istri saya, cicilan saya bagaimana? Hehehe.

Pernahkan anda berada di situasi seperti ini? Sejujurnya saya tidak betah lagi bekerja di tempat saya bekerja saat ini, kerjaannya banyak, tidak jelas, atasan juga tidak mendukung, apalagi tempat saya kerja sudah mentok untuk jenjang karier, ditambah lagi rekan kerja yang toxis. Sudah tidak betah rasanya, saya ingin segera resign. Bagaimana sikap anda ketika berada dalam situasi kerja seperti ini? 

Boleh idealis namun harus tetap realistis

Barangkali, ketidakbetahan anda di tempat kerja disebabkan karena pikiran anda yang idealis. Misalnya anda menemukan kecurangan yang dilakukan di tempat ada bekerja. Dalam benak anda ini tidak benar, ini tak sesuai dengan value yang anda pegang.

Sehingga hal ini membuat hati dan pikiran anda bergejolak dan ingin segera resign. Tunggu, jangan buru-buru, mungkin memang kita tidak segera dapat mengubah "budaya" yang ada di tempat kita bekerja.

 Namun, RESIGN dengan buru-buru tanpa belum memiliki pekerjaan pengganti adalah sebuah "kekonyolan." Mengapa demikian? Ya, Setiap keputusan yang anda ambil kecil atau besar pasti ada dampaknya. Apalagi jika anda sudah berkeluarga, menjadi tulang punggung keluarga, keputusan resign tanpa pertimbangan yang mantang bukankah ini sama dengan "bunuh diri massal (keluarga)"? 

Di sinilah anda harus tetap realistis. Lalu apakah ini berarti anda "membuang" pikiran idealis (value) yang anda pegang? Jawabannya TIDAK. Sembari berpikiran realistis kita tetap bisa idealis. Artinya, kita mungkin bisa memulai dari diri kita untuk mensharingkan pikiran dan nilai yang kita pegang.

Mendemostrasikan kepada rekan kerja, kepada perusahaan atau lingkungan tempat kita bekerja agar mereka sadar dan berubah dari kesalahan yang dilakukan. Ingat, tak semua orang paham akan nilai yang anda miliki, bagaimana orang bisa tahu, jika anda tidak pernah berbagi? 

Mungkin kita merasa wah pekerjaan tersebut sia-sia, yang punya pikiran idealis yang punya masih memegang nilai hanya saya. Tidak apa, tetap lakukan meskipun sedikit setidaknya kita melakukannya. Mother Teresa mengatakan:

"Kita merasa apa yang kita lakukan tak lebih hanya ibarat setetes air di lautan. Tetapi lautan itu sendiri merasa kurang tanpa adanya tetesan yang hilang itu."  Mungkin kebaikan kita ibarat menuangkan setetes air ke tengah samudera, tapi ingatlah sekecil apapun itu kebaikan kita pasti akan berdampak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun