Memang, kru-kru yang punya peran historis dalam perjalanan bahtera pendidikan nasional itu sudah mengalami sekian kali alih generasi. Namun, tidak disangsikan lagi, peralihan dari generasi ke generasi itu selalu dibarengi dengan pewarisan nilai-nilai, semangat, dan jiwa arung samudra yang tak pernah luntur. Hampir dapat dipastikan, hingga generasi kapan pun nilai-nilai luhur yang diwarisi dari pendahulu mereka itu akan dipegang teguh sepenuh keyakinan. Tidak ada perubahan yang dapat menawar keyakinan yang mendarah daging itu.
Zaman terus berubah, yang kadang terasa begitu cepat dan mengagetkan. Pendidikan menjadi sektor kehidupan yang mutlak dituntut untuk beradaptasi terhadap perubahan yang tengah berlangsung sekaligus mengantisipasi tren perubahan yang akan terjadi. Di situlah peta jalan untuk memandu arah pembangunan pendidikan nasional dari masa kini menuju sekian masa ke depan menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar.
Saya tidak paham persis, apa perbedaan antara peta jalan (road map) dan cetak biru (blue print). Dugaan saya, cetak biru semestinya mendahului peta jalan. Ibarat perencanaan pembangunan rumah, cetak biru adalah gambar rencana; dikerjakan oleh arsitek. Sedangkan peta jalan ibarat rencana pelaksanaan pembangunannya; dikerjakan oleh kontraktor.
Jika analogi ini benar, muncul pertanyaan mendasar, di mana posisi Kemdikbud: arsitek atau kontraktor? Atau, arsitek sekaligus kontraktor?Â
Menurut hemat saya, kedudukan dan peran Kemdikbud--demikian pula kementerian-kementerian yang lain--lebih tepat sebagai kontraktor. Bukankah otoritas kementerian dalam hal eksekusi program berbatas waktu sesuai periode kerja kabinet bentukan Presiden? Betul, lembaga kementeriannya tidak akan bubar meski nomenklaturnya cenderung berubah-ubah. Namun tak dapat dimungkiri bahwa langgam kementerian sulit dipisahkan dari gaya dan selera menteri yang memimpinnya.
Jika demikian, lantas siapa yang berperan sebagai arsitek yang diberi kewenangan membuat cetak biru pendidikan nasional itu? Inilah yang perlu digodok melalui kolaborasi jernih. Dulu, ketika terbit Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan (PP 19/2005), saya berasumsi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)-lah yang akan diserahi amanah ini. Ternyata, hingga generasi keempat ini, BSNP tidak pernah menyentuh perumusan cetak biru itu.Â
Lalu siapa?