Mohon tunggu...
Teddysugianto
Teddysugianto Mohon Tunggu... Lainnya - membaca

hobi olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Covid-19 Aktivitas Komunikasi dalam pendidikan di Era New Normal

19 Juli 2020   21:06 Diperbarui: 19 Juli 2020   22:08 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Covid-19

Pandemi covid-19 sampai saat ini telah menyebar di 210 negara termasuk Indonesia. Bagi Indonesia, ini menjadi tantangan multidimensi. Pemerintah dan masyarakat dihadapkan pada berbagai keputusan sulit baik itu di sektor kesehatan, sosial, ekonomi, maupun politik.untuk melihat opini publik tentang krisis Corona pada umumnya dan bagaimana penggunaan media di masyarakat dapat mempengaruhi terbentuknya persepsi tentang krisis. Instrumen survei yang digunakan oleh tim peneliti di Indonesia dan Jerman menggunakan konsep yang serupa, tetapi disesuaikan dengan konteks di masing-masing negara. Penelitian ini menggunakan metode survei representatif nasional dan pengumpulan data dilakukan melalui aplikasi digital yang dilaksanakan oleh Jakpat Mobile Online Survei Indonesia.Periode pengumpulan data dilakukan pada tanggal 27 April -18 Mei 2020 dan menjangkau 1100 responden dari seluruh provinsi di Indonesia. Beberapa hal menarik ditemukan dalam penelitian ini. Hasil survei memperlihatkan bahwa 85% responden merasa bahwa virus Corona membahayakan kesehatan mereka dan 90% responden merasa takut tertular virus yang sampai tanggal 19 Mei 2020 kemarin menyebabkan kematian 1.191 orang di Indonesia dan lebih dari 350.000 orang di seluruh dunia.Selain itu  menemukan bahwa kebijakan pemerintah untuk membatasi penyebaran virus Corona dengan pelarangan mudik ternyata mendapatkan dukungan mayoritas. Sebanyak 78% responden di seluruh Indonesia mendukung kebijakan pelarangan mudik. Ini menjadi hal menarik mengingat mudik telah menjadi ritual sosial masyarakat Indonesia.Namun demikian, mayoritas masyarakat mengakui pandemi virus Corona dan penanganannya dirasakan sangat mengganggu kondisi perekonomian mereka. Lebih dari 95% responden menyatakan bahwa kondisi perekonomian keluarga mereka terganggu karena adanya pandemi Corona. Meskipun begitu, hanya 25% responden yang merasa marah terhadap kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang biasanya mereka lakukan.

Sejalan dengan itu, riset memperlihatkan 65% responden menyatakan bahwa mereka puas dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat dalam pengatasi permasalahan Corona. Namun hal ini sangat mungkin untuk berubah mengingat disaat yang bersamaan, 50% responden juga setuju dengan pernyataan bahwa pemerintah kewalahan dalam mengatasi permasalahan virus Corona di Indonesia. Selain itu, 50% responden merasa bahwa mereka tidak memiliki pengaruh atas keputusan pemerintah dalam penanganan Covid-19.

Dalam hal pencarian sumber informasi, ditemukan bahwa lebih banyak masyarakat yang mengandalkan informasi dari media massa dibandingkan dengan informasi langsung dari pemerintah. Dalam hal pencarian sumber informasi, ditemukan bahwa lebih banyak masyarakat yang mengandalkan informasi dari media massa dibandingkan dengan informasi langsung dari pemerintah. Hal ini terlihat dari pengakuan 40% responden yang mengaku sering mendapatkan informasi Covid-19 melalui siaran TV swasta dan 60% responden mengaku sering menonton siaran TVRI Pusat dan TVRI Daerah untuk mendapatkan informasi seputar Corona.

Selain dari media massa, hasil survei juga memperlihatkan bahwa masyarakat lebih banyak mencari informasi melalui website asosiasi kesehatan atau dokter dibandingkan website resmi pemerintah dalam krisis Covid-19. Temuan ini sejalan dengan trend internasional bahwa masyarakat memiliki kepercayaan tinggi terhadap ahli kesehatan dalam pandemi C0rona ini.

Tingginya pola konsumsi televisi untuk mendapat informasi seputar krisis C0rona di Indonesia ini juga searah dengan tren internasional. Penelitian serupa yang dilakukan oleh tim peneliti TU Ilmenau di Jerman menunjukkan bahwa tren penggunaan televisi oleh masyarakat Jerman dalam masa krisis juga memperlihatkan gambaran serupa. Hanya bedanya, penggunaan TV publik di Jerman dalam mendapatkan informasi seputar Corona jauh lebih tinggi dibandingkan dengan TV swasta.Meskipun demikian, kondisi ini menunjukan bahwa produk jurnalistik masih dinilai penting sebagai sumber informasi masyarakat di masa krisis. Maka tidak heran bahwa 80% responden menyatakan setuju bahwa jurnalis berperan penting dalam memberikan informasi yang dibutuhkan seputar Corona.Selain perolehan data di atas, di dalam penelitian ini secara keseluruhan terdapat 111 pertanyaan tentang persepsi, sikap dan emosi masyarakat terhadap pandemi Covid-19 dan bagaimana publik menggunakan media untuk mencari informasi seputar virus Corona selama beberapa minggu terakhir. Pendanaan proyek kerja sama penelitian ini sepenuhnya berasal dari tiga institusi yang terlibat di dalam penelitian, dan tidak didanai oleh lembaga lainDalam hal pencarian sumber informasi, ditemukan bahwa lebih banyak masyarakat yang mengandalkan informasi dari media massa dibandingkan dengan informasi langsung dari pemerintah. Hal ini terlihat dari pengakuan 82% responden yang mengaku sering mendapatkan informasi Covid-19 melalui siaran TV swasta dan 58% responden mengaku sering menonton siaran TRANS 7,RCTI,SCTV D untuk mendapatkan informasi seputar Corona.Selain dari media massa, hasil survei juga memperlihatkan bahwa masyarakat lebih banyak mencari informasi melalui website asosiasi kesehatan atau dokter dibandingkan website resmi pemerintah dalam krisis Covid-19. Temuan ini sejalan dengan trend internasional bahwa masyarakat memiliki kepercayaan tinggi terhadap ahli kesehatan dalam pandemi Covid-19 ini.Tingginya pola konsumsi televisi untuk mendapat informasi seputar krisis Covid-19 di Indonesia ini juga searah dengan tren internasional. Penelitian serupa yang dilakukan oleh tim peneliti TU Ilmenau di Jerman menunjukkan bahwa tren penggunaan televisi oleh masyarakat Jerman dalam masa krisis juga memperlihatkan gambaran serupa. Hanya bedanya, penggunaan TV publik di Jerman dalam mendapatkan informasi seputar Corona jauh lebih tinggi dibandingkan dengan TV swasta.Meskipun demikian, kondisi ini menunjukan bahwa produk jurnalistik masih dinilai penting sebagai sumber informasi masyarakat di masa krisis. Maka tidak heran bahwa 90% responden menyatakan setuju bahwa jurnalis berperan penting dalam memberikan informasi yang dibutuhkan seputar Corona.

Selain perolehan data di atas, di dalam penelitian ini secara keseluruhan terdapat 111 pertanyaan tentang persepsi, sikap dan emosi masyarakat terhadap pandemi Covid-19 dan bagaimana publik menggunakan media untuk mencari informasi seputar virus Corona selama beberapa minggu terakhir. Pendanaan proyek kerja sama penelitian ini sepenuhnya berasal dari tiga institusi yang terlibat di dalam penelitian, dan tidak didanai oleh lembaga lain.

Akitivitas komunikasi dalam pendidikan di era new normal

New normal sendiri adalah cara untuk mempercepat penanganan Covid-19 dalam bentuk perubahan kegiatan untuk menjalankan aktivitas secara biasa  dengan mengikuti protokol kesehatan, tujuannya adalah agar perekonomian masyarakat bisa tetap berjalan namun penyebaran covid-19 dapat ditekan.Skema ini dapat diterapkan di tempat kerja, sektor pelayanan publik, industri dan sekolah. Beberapa daerah akan menerapkan skema new normal ini yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, Gorontalo dan ada 25 Kabupaten/Kota lainnya.Skema new normal harus mempertimbangkan banyak hal apalagi jika diterapkan di bidang pendidikan,ekonomi. Hal tersebut terkait dengan anak-anak sebagai penerus bangsa harus dilindungi dari penyebaran Covid-19.Menurut data jumlah kasus Covid-19 terhadap anak terdeteksi 3.457 pasien dalam pengawasan (PDP), pasien positif 500dan korban meninggal 12 anak, di Padang sendiri ditemukan kasus 46 Anak positif Covid-19. Jangan sampai kasus ini bertambah dan menimbulkan masalah baru yaitu meningkatnya kasus Covid-19 dari klaster pendidikan.Anak-anak rentan terkena Covid-19, proses kegiatan belajar mengajar dapat menjadi sebab banyaknya kasus penularan virus ini. Hal ini bisa kita lihat dengan intensnya interaksi sosial di sekolah, guru tidak dapat memantau semua muridnya agar mematuhi protokol kesehatan.Apalagi di sekolah itu dunia main bagi anak-anak, kontak langsung antar anak tidak dapat dihindari dengan mudah. Tidak hanya kontak dengan teman sekelas, anak-anak juga dapat tertular dari kegiatan selama bersekolah, seperti ketika berangkat dan pulang sekolah dengan kendaraan umum, penularan virus juga dapat terjadi ketika ia membeli jajan.Kesiapan protokol kesehatan di lingkungan sekolah masih jauh dari kata aman, tidak semua tingkatan usia pelajar dapat mengerti dan mengikuti protokol kesehatan jika new normal diterapkan di sekolah.Sebaiknya new normal diterapkan di tingkat SMA dan perguruan tinggi karena mereka sudah bisa mengerti dan menjalankan skema ini. Untuk tingkat pendidikan TK, SD , SMP dan SMA diharapkan masih menerapkan proses belajar dari rumah.Penerapan new normal di bidang pendidikan tidak boleh terburu-buru karena daerah yang rencananya menerapkan skema ini merupakan daerah yang pada gelombang pertama menyebabkan kasus Covid-19 menyebar dengan sangat cepat di Indonesia seperti DKI Jakarta dan Sumatera Barat.Perlunya evaluasi dari kebijakan sebelumnya yaitu PSBB harus menjadi dasar sebelum diterapkannya new normal.Banyak pelanggaran yang dilakukan masyarakat di masa PSBB padahal kebijakan ini diperuntukan bagi orang dewasa. Bagaimana nanti jika new normal diterapkan di bidang pendidikan melihat anak-anak lebih rentan melakukan pelanggaran.Saat ini terdapat 2,3 juta mahasiswa dan hampir 30 juta pelajar di Indonesia yang harus belajar di rumah sesuai dengan arahan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.Kemendikbud juga menghadirkan program "Belajar dari rumah" melalui media televisi Nasional yaitu TVRI. Namun, media televisi merupakan media satu arah dirasa belum dapat menjawab kualitas capaian pembelajaran yang diinginkan. Banyak guru, mahasiswa, pelajar dan orangtua mengalami "cultural lag" dalam bidang pendidikan ditengah pandemi Covid-19 ini.Cultural lag sendiri merupakan teori yang dikemukakan oleh Wiliam F.Ogburn, dalam teori ini disebutkan bahwa pertumbuhan kebudayaan tidak selalu sama cepatnya secara keseluruhan, ada bagian yang tumbuh dengan lambat.Metode belajar yang tidak modern merupakan salah satu bentuk cultural lag, banyak kalangan yang tidak tahu bagaimana cara melaksanakan proses belajar dengan efektif ditengah pandemi Covid-19, padahal sekarang ini sudah bisa diterapkan e-learning.E-Learning sendiri terbagi 2 yaitu synchronus dan anynchronus. Synchronus merupakan proses belajar dengan waktu yang bersamaan atau real time, yaitu pengajar bisa saling berinteraksi secara online dengan pelajar, belajar seperti ini bisa dilakukan dengan aplikasi zoom, google meet dan yang lain. Sedangkan anynchronus adalah proses belajar dengan melihat materi yang sudah disiapkan sebelumnya dalam bentuk video pembelajaran.Disini pelajar bisa mengaksesnya kapan saja dengan mudah, contoh platform yang paling dikenal adalah Ruangguru, Quipper dan Zenius. Peningkatan jumlah pengguna startup teknologi pendidikan di Indonesia juga melonjak, ini dikarenakan anak-anak lebih tertarik dengan konten dan materi yang tersedia di startup tersebut.Startup di bidang teknologi pendidikan seharusnya sudah menjadi fokus pemerintah untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Banyak negara maju yang memanfaatkan edtech agar proses belajar generasi penerus bangsanya dapat tetap berjalan pada saat pandemi.Pemerintah harus mendukung startup teknologi pendidikan dengan terus bekerja sama memaksimalkan proses belajar siswa, bukan berarti di situasi normal nanti segala kegiatan sekolah dialihkan ke daring dan fungsi ruang kelas hilang, namun butuh upaya untuk mengkolaborasikan antara sistem pendidikan konvensional dan digital.Startup teknologi pendidikan juga harus memiliki inovasi agar konten belajarnya dapat dicintai oleh siswa/i yang melihat, seperti inovasi memberikan karakter animasi yang lucu untuk jenjang pendidikan SD sampai SMP dan karakter serta alur cerita korea untuk siswa, inovasi diperlukan untuk mengikuti trend di setiap tingkat pendidikan yang ada, karena dasar anak mencintai konten belajar itu tergantung konten yang menjadi kebutuhannya.Hambatan-hambatan proses belajar secara daring seperti fasilitas teknologi, jaringan internet, kesiapan guru dan konten belajar yang baik harus segera dicarikan solusinya. Sebelum pemerintah mengorbankan anak-anak yang rentan terkena virus jika diterapkan skema new normal di semua tingkat pendidikan, lebih baik pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan terus bekerja memperbaiki sistem pendidikan ke arah yang lebih maju.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun