Mohon tunggu...
Triana Dewi
Triana Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - hakuna matata

teacher-writer-blogger www.trianadewi.com @trianadewi_td

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jadilah Sekolah Buat Anakmu, Jangan Cuma Jadi Guru!

6 Desember 2020   23:31 Diperbarui: 6 Desember 2020   23:52 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Kamu yang kuat ya Dew! Ada anak-anak yang membutuhkanmu. Ibu yakin kamu kuat. Sabar yaa Ndukk.. semangat yaa, Ingat anak-anak yaa..."

Aku menangis tergugu menelpon ibu, ketika suamiku meninggal dunia. Ibu berada di Jakarta dan sedang sakit, sehingga beliau tidak bisa menghadiri pemakaman suamiku di Lamongan. Hampir tak pernah bosan, setelah kepergian suamiku, Ibu selalu menyemangati aku. Beliau selalu mengatakan bahwa aku harus tabah, harus kuat karena ada anak-anak yang masih membutuhkan aku. 

Enam bulan setelah kepergian suamiku, ternyata ibuku menyusul suamiku, pergi meninggalkanku selama-lamanya. Gula darahnya yang tinggi menjadi penyebab meninggalnya ibu. Maka tahun itu adalah tahun berduka bagiku, karena aku ditinggalkan oleh dua orang yang teramat kucintai, suamiku dan ibuku.

Dan ketika Ibu pergi, rumahku seperti kehilangan cahaya. Tak ada lagi telaten tangan ibu membersihkannya,  tak ada lagi aroma sedap masakan ibu, tak ada lagi merdu suara ibu bercerita banyak hal, tak ada lagi pijatan hangatnya, belaian lembutnya. Rumahku menjadi suram, kosong dan hampa. 

Begitulah hebatnya seorang ibu mewarnai rumah kita. Maka tak bisa dipungkiri betapa bakti kepada ibu itu melebihi segalanya, karena memang pengorbanan seorang ibu tak tergantikan apapun. Seperti syair sebuah lagu yang kita hafal, kasih ibu kepada kita hanyalah memberi tak harap kembali, bagai sang surya yang menyinari dunia. Cinta ibu tak harap kembali, tak ada pamrih, tak ada tendensi apapun. Cukup baginya melihat anaknya berbahagia, sungguh mulia sekali.

Pesan ibu yang selalu kuingat ada tiga, yang pertama aku harus menjadi sekolah buat anak-anak, yang kedua aku harus berpenghasilan sendiri dan yang ketiga aku harus selalu berbakti kepada suami. 

MENJADI SEKOLAH BUAT ANAK-ANAK

Ibu berpesan bahwa menjadi seorang ibu itu harus pintar agar bisa mendidik anak-anaknya. Tidak apa-apa kita tidak bisa memasak tetapi jangan sampai kita tidak bisa mengaji. Tidak apa-apa kita tidak bisa menyulam tetapi jangan sampai kita tidak bisa membaca. Tampaknya pesan itu sangat sederhana, tetapi ternyata maknanya sangat dalam. Menurut Ibuku, seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Kita sebagai ibu tidak hanya dituntut menjadi guru, tetapi kita harus menjadi sekolah buat mereka. Selain mengajarkan hal-hal yang penting buat kehidupan pertama anak-anak, aku juga harus memberi pondasi yang kuat. Pondasi itu selalu kubayangkan seperti pendidikan agama dan akhlak yang baik. Oleh karena itulah aku selalu menerapkan pesan ibuku itu. Walaupun aku sibuk mengajar dan tiap hari harus meninggalkan anak-anak di rumah dengan asisten rumah tangga, tetapi begitu sampai rumah, maka waktuku selalu kuluangkan hanya untuk anak-anak. Aku ingin akulah yang menyaksikan mereka pertama kali bisa berjalan, bisa berbicara bahkan bisa membaca. Aku sama sekali tak mau melewatkan semua pencapaian anak-anakku itu. Rasanya semua kelelahan merawat mereka itu seperti terbayarkan melihat semua pencapaian itu. Benar sekali pesan ibuku. Karena memang ibu adalah orang pertama yang dilihat anak-anak, ibu adalah orang pertama yang berinteraksi dengan anak-anak, maka pantaslah ibu yang menjadi sekolah pertama buat anak-anak. 

BERPENGHASILAN SENDIRI

Aku sempat gagal mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, sehingga harus mengulang di tahun berikutnya, karena aku ingin kuliah di Universitas Negeri. Pun setelah kuliah, aku mendapatkan dosen pembimbing yang sering bertugas keluar negeri sehingga akhirnya skripsiku sering tertunda pengerjaannya karena menunggu kepulangan beliau. Selain itu aku juga sudah sibuk mengajar, jadi nyaris fokusku terbagi tidak hanya memikirkan kuliah saja. Akhirnya aku sampai telat wisuda tertinggal oleh teman-teman seangkatanku. Dan pesan ibu yang selalu kuingat adalah aku harus selesai kuliah dulu, baru boleh menikah. Terasa berat ketika itu, karena sebetulnya sudah ada yang berniat melamarku, tetapi syarat ibu yang menyuruhku untuk selesai kuliah dulu baru menikah akhirnya membuatnya mundur. Aku sempat kecewa, tetapi nasehat ibu menenangkanku. Ibu mengatakan kalau aku menikah dulu dan kuliahku belum selesai, bebanku akan bertambah berat. Aku akan sibuk mengurus rumah tanggaku, belum lagi kalau aku punya anak, maka aku tidak akan fokus kuliah. Itulah mengapa ibuku bersikeras menyuruhku lulus dulu. 

Ibuku selalu berpesan, walaupun suami sudah berpenghasilan tetapi lebih enak kalau kita berpenghasilan sendiri. Ibuku sendiri sebetulnya sebelumnya adalah seorang guru, tetapi karena menikah akhirnya ibuku harus rela di rumah saja merawat anak-anak. Maka pengalamannya yang hanya di rumah saja dan tidak berpenghasilan itu membuatnya bertekad bahwa kelak anak-anaknya harus berpenghasilan sendiri, karena ternyata menggantungkan penghasilan hanya dari suami itu ternyata tidak enak. Ibuku bukanlah penganut faham feminisme ya hehehe tetapi menurutnya menjadi seorang istri itu akan lebih baik kalau bisa membantu perekonomian rumah tangga. Begitulah akhirnya aku mematuhi perintah ibu untuk lulus dulu baru menikah, apalagi aku ikut beasiswa Ikatan Dinas sehingga aku bisa diangkat menjadi pegawai negeri tanpa tes. Dan keputusanku untuk mematuhi ibu ternyata kini sangat bermanfaat buatku. Setelah suamiku meninggal, aku sudah tidak bingung-bingung lagi bagaimana membiayai anak-anakku, karena aku bekerja dan mempunyai gaji untuk melanjutkan kehidupanku tanpa suami ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun