KONFRENSI TINGKAT TINGGI G20 di Nusa Dua, Bali, setidaknya memang memengaruhi suhu politik dalam negeri. Pandangan semua kalangan di arahkan pada penyelenggaraan acara puncak Presidensi G20 Indonesia, di mana belasan kepala negara dan pemerintahan berhimpun di Pulau Dewata, termasuk ratusan delegasi dari negara-negara G20 dan tamu-tamu yang diundang. Sukses penyelenggaraan KTT G20, yang digelar 15-16 November 2022 ini, menjadi tantagan terbesar Indonesia selaku tuan rumah dan pemegang Presidensi G20.
Para politisi menahan diri untuk tidak melontarkan pernyataan atau isu-isu yang bisa memanaskan suasana. Tak banyak komentar atau statemen dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang sudah anteng, atau dari elit partai lain yang terkait dengan Pilpres 2024. Hanya pernyataan dari elit NasDem dan Partai Demokrat yang cukup meramaikan pemberitaan media dua hari terakhir, tetap masih berhubungan dengan pembentukan Koalisi Perubahan, yang digagas bersama PKS.
Dalam sebuah acara, elit KIB kembali menepis isu terkait kemungkinan mereka akan mengambil figur dari luar partai untuk dideklarasikan sebagai capres. KIB meneguhkan sikap untuk mengambil sosok dari dalam partai politik, sejatinya dari internal KIB sendiri.
Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Amir Uskara, KIB sudah pasti tidak mengambil figur capres dari luar partai politik. Hal itu dikatakannya sebagai konsep awal bagaimana KIB bisa terbentuk.
Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Amir Uskara awalnya menyinggung Pasal 6A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang isinya menyebutkan bahwa pengusungan capres maupun calon wakil presiden (cawapres) diajukan oleh partai politik atau gabungannya. "Artinya, partai politik itu yang menentukan siapa yang akan diajukan sebagai calon presiden," kata Amir.
Pasal tersebut ditafsirkannya bahwa pengusungan capres dan cawapres ditentukan oleh partai politik. Dengan demikian, menurut Amir, akan menjadi pertanyaan jika figur capres diambil dari tokoh bukan kader parpol.
Di sisi lain, pengamat politik mencermati pernyataan Ketum NasDem Surya Paloh yang menyatakan siap mundur atau 'out' apabila perolehan kursi parpolnya di DPR tidak bertambah pada Pemilu 2024. Pernyataan Paloh itu dinilai sebagai bentuk tantangan terbuka ke publik yang menuding perolehan suara NasDem bakal turun.
Dalam pandangan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno, tantangan itu berkaitan dengan adanya anggapan bahwa dukungan ke Anies Baswedan di Pilpres 2024 bakal menurunkan suara NasDem.
Surya Paloh, kata Adi Prayitno, ingin menantang publik bahwa pilihan mengusung Anies di pilpres 2024 pilihan rasional yang bisa menambah suara NasDem secara signifikan. Bukan pilihan kaleng-kaleng. Pernyataan 'siap out' semacam bentuk tantangan terbuka ke publik yang menuding suara NasDem akan turun.
Adi menilai pernyataan Paloh juga untuk memantik semangat para kader agar bekerja keras menaikkan elektabilitas suara partai. Pernyataan itu ditujukan untuk melecut semangat kader NasDem untuk kerja meningkatkan elektabilitas mereka. Sekaligus membungkam suara publik yang selama ini menganggap NasDem blunder usung Anies di pilpres, kata Adi Prayitno dikutip dari Kompas.com.