Mohon tunggu...
Tauhidin Ananda
Tauhidin Ananda Mohon Tunggu... Administrasi - Hari ini mimpi jadi kenyataan

pegiat sosial, hobi jalan-jalan kuliner dan nonton bola

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tuntutan KPK Beri Isyarat Keliru Bagi Pemberantasan Korupsi

18 Desember 2018   23:40 Diperbarui: 19 Desember 2018   00:12 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (tirto.id/Tf Subarkah)

Korupsi sebagai sebuah wabah yang melingkupi Indonesia sudah sepatutnya diberantas habis. Para koruptor yang melakukan tindakan tidak berperikemanusiaan ini juga sudah selayaknya diberikan hukuman seberat-beratnya.

Mengapa disebut tidak berperikemanusiaan? Karena yang dilakukan oleh para koruptor ini mengambil hajat hidup serta kepentingan orang banyak dan masyarakat untuk kepentingannya sendiri maupun kelompoknya. Akibat kejahatan tersebut, banyak yang dirugikan dan menderita.

Ambil contoh dana pendidikan misalnya. Dana yang seharusnya diperuntukkan untuk pengembangan sektor pendidikan, seperti pembangunan sekolah, beasiswa, alat keperluan sekolah dan lainnya malah diambil oleh para pelaku koruptor. Dana tersebut hilang, pembangunan sekolah tidak terwujud, program beasiswa kandas, penyediaan alat sekolah terbengkalai dan lainnya. Seharusnya masyarakat dapat menikmati dana pendidikan tersebut akhirnya hanya bisa gigit jari tidak mendapat kesempatan yang sudah direncanakan untuk mereka.

KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi yang dibentuk untuk memberantas korupsi pun sudah seharusnya menunjukkan keseriusan dalam pemberantasan korupsi. Namun, apa yang ditunjukkan oleh KPK  memperlihatkan hal berbeda. Tuntutan vonis yang tidak cukup berat bagi para pelaku korupsi dinilai dapat memberikan pesan keliru bagi giat pemberantasan korupsi di tanah air.

Temuan ICW

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan temuannya. Temuan ini terkait tuntutan kepada para kepala daerah yang terlibat kasus korupsi. Menurut ICW, tuntutan tersebut tidak cukup tinggi untuk memberikan efek jera bagi pelaku maupun masyarakat. ICW menilai seharusnya para kepala daerah pelaku korupsi memperoleh vonis maksimal. ICW juga mengatakan telah mengungkapkan hal tersebut kepada KPK serta Mahkamah Agung (MA).

Sejumlah 104 kepala daerah telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak awal pendiriannya. Tren vonis kepala daerah sepanjang 2004-2018, vonis kepala daerah rata-rata hanya menyentuh 6 tahun 4 bulan. Dan itu belum maksimal.

Tanggapan KPK

KPK menyatakan perhatian dan kritik yang diberikan kepada institusi ini sebagai bentuk perhatian dari masyarakat. Terkait tuntutan hukuman yang dirasa belum maksimal, KPK berpendapat harus melihat berbagai hal. Menurut KPK, banyak hal terkait dalam suatu kasus. Misalnya, mengembangkan kasus untuk hal yang lebih besar, tuntutan pencabutan hak politik sebagai hukuman tambahan dan penerapan pasal tambahan. Tambahan seperti gratifikasi dan pencucian uang juga turut dipertimbangkan. Disamping itu, perilaku para tersangka selama persidangan juga menjadi perhatian. Sikap kooperatif akan menjadi pertimbangan.

Perbaikan kedepan

ilustrasi (shutterstock)
ilustrasi (shutterstock)
Memperbaiki UU Pemberantasan Tipikor di Indonesia dinilai menjadi salah satu cara untuk memperbaiki penerapan hukuman kepada koruptor. KPK sendiri menilai perlunya perbaikan terkait UU ini. Perubahan ini untuk mengadopsi perkembangan kejahatan korupsi yang semakin kompleks. Beberapa rekomendasi dari konvensi PBB antikorupsi atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) menjadi pertimbangan. Antara lain mengenai perdagangan pengaruh, perampasan aset, korupsi di sektor swasta, serta memperkaya diri sendiri dengan tidak sah.

Disamping peniadaan hak politik, dan pemiskinan atau perampasan hak aset oleh negara, ada usulan tambahan. Satu hal yang mungkin bisa menjadi tambahan usulan, yaitu meniadakan jangka waktu hukuman. Langsung saja memberikan hukuman maksimal. Terkesan kejam memang, tapi ini adalah cara untuk memberikan efek jera, sekaligus meniadakan tawar menawar jangka waktu hukuman kasus. Tidak perlu memberikan pertimbangan kemanusiaan bagi penjahat koruptor yang telah melakukan kejahatan tidak berperikemanusiaan. Bahkan kalau perlu, penerapan hukuman mati bisa jadi pertimbangan. Berani?

Sebanyak 29 kepala daerah tersangkut dalam sejumlah kasus dugaan korupsi sepanjang 2018. Hal tersebut diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tentu saja ini menjadi perhatian. Banyaknya kasus korupsi dan hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku ternyata belum memberikan efek jera. Jangan sampai KPK memberikan pesan yang keliru kepada para koruptor. Masyarakat yang berada di belakang KPK jangan menjadi pihak yang dikecewakan karena langkah keliru tersebut. [#]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun