Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Apakah Kedua Pekerjaan Ini Masih Dianggap Puncak Karier Orang-orang Teknik?

1 Agustus 2020   16:32 Diperbarui: 3 Agustus 2020   03:09 3896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: bekerja di perusahaan multinasional. (sumber: Thinkstockphotos.com via kompas.com)

Menjadi employee perusahaan besar asing dan perminyakan itu memang membanggakan, sebab untuk bisa bekerja di sana tidak semudah yang banyak orang pikirkan. Beberapa syarat dan tes ini dan itu harus mereka penuhi, seperti; pendidikan, pengalaman, kesehatan, dan sertifikat keahlian. 

Sertifikat-sertifikat yang diminta, tergantung skala perusahaan dan job description, bisa sangat beragam, seperti; Welding Inspetor Certificate, Drilling Certificate, NDT Certificate, Auditor dan/atau Lead Auditor, Basic Safety Training, BOSIET, dan lain-lain.

Sebelum saya bekerja pertama kalinya, pada tahun 1994, saya benar-benar belum memikirkan akan bekerja dimana dan sebagai apa. Pada waktu itu, asalkan saya bisa bekerja, tak peduli sebagai apa atau hanya bekerja di perusahaan kecil sekelas CV, saya sudah sangat bersyukur.

Pada waktu itu, di koran-koran besar, salah satunya adalah koran Kompas, saya sering melihati lowongan-lowongan perusahaan besar atau asing di Indonesia dan perusahaan atau kontraktor minyak (paling banyak adalah Kompas terbitan Sabtu dan Minggu). Tapi sepertinya saya 'tidak' tertarik melamarnya. Nyali saya masih ciut, barangkali.  

Namun, saat awal-awal reformasi, saat Indonesia begitu menakutkan, setelah pindah dari proyek PLTU Paiton, dan setelah berkenalan dengan Aditya, saya mulai tergoda untuk melamar di perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. 

Ada beberapa perusahaan besar yang kerap menjadi rerasan dan impian teman-teman saya (waktu itu), seperti: Total Indonesie, ConocoPhillips, Pertamina, Caltex Pacific di Duri, Riau (sekarang Chevron) atau Freeport. Tetapi, entah mengapa, saya akhirnya malah tersesat di Seoul, Korea.

Sebelum berangkat, saya (jujur) merasa agak kuatir. Pikiran saya kemana-mana, mulai dari kekhawatiran apakah saya bisa bergaul dengan banyak teman-teman kerja dari beragam bangsa, bagaimana saya beribadah, dan lain-lain. Tapi saya pikir: saya harus tak peduli! I am going to Seoul, that's said, and I don't care with other things.

Di Seoul, Korea, saya berteman dengan banyak pekerja dari beragam bangsa: India, Philipina, Amerika, Kanada, dan tentu saja orang Korea sendiri.

Seperti pernah saya kisahkan di artikel saya yang lain, saya melihat fakta (sebanyak yang saya ingat), orang-orang dari India dan Philipina lah yang paling banyak bekerja di proyek-proyek internasional dibandingkan orang Indonesia. 

Berat dugaan, faktor bahasalah yang menjadi alasan mengapa mereka lebih diterima dibandingkan orang Indonesia. Padahal, menurut pendapat saya, mereka (pekerja Indonesia) sebenarnya adalah pekerja-pekerja yang bagus.

Sumber foto ilutrasi: www.offshore-mag.com
Sumber foto ilutrasi: www.offshore-mag.com
Banyak perusahaan besar asing yang mempekerjakan pekerja hanya berdasarkan kebutuhan (baca: durasi proyek). Tetapi, it doesn't matter. Sebelum kontrak berakhir, mereka umumnya sudah memburu proyek/lowongan lainnya atau menghubungi teman-teman mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun