Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Benarkah Independensi Media Terancam?

10 September 2018   12:02 Diperbarui: 10 September 2018   12:08 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto ilustrasi: kompasiana

JIKA saya ditanya, apa yang sangat kelihatan berbeda antara Pilpres 2014 dengan 2019? Saya akan menjawab; yang pertama adalah; keperpihakan media.

Seperti diketahui, pada Pilpres 2014, empat tahun silam, sejumlah pemilik media televisi bergabung dalam koalisi pendukung calon presiden Jokowi dan Prabowo.

Pemilik Metro TV adalah Surya Paloh - Ketua Umum Partai Nasional Demokrat. Ia menjadi pendukung capres Jokowi-Jusuf Kalla. Sementara Aburizal Bakire, Ketua Umum Partai Golkar, pemilik TVOne dan ANTV adalah anggota koalisi capres Prabowo-Hatta Radjasa. Selain Aburizal Bakire, ada juga Harry Tanoesoedibjo yang berada di barisan pendukung capres Prabowo Subianto. Harry Tanoe adalah pemilik Media Nusantara Citra,

Pada tahun 2014, keberpihakan media sangat tidak adil (paling tidak berdasar amatan saya); Jokowi yang hanya didukung 1 media televise, sementara Prabowo didukung 3 media televisi. 1 melawan 3.

Selain media televisi, kampanye Pilpres 2014 dengan menggunakan media sosial juga diketahui dilakukan kedua pasangan. Di media sosial, tak hanya kampanye kreatif dilakukan, tetapi juga kampanye negatif. Bahkan kampanye hitam pun dilakukan. Kampanye ini, oleh lembaga survei, disebut cukup efektif menggerus suara Jokowi dan menguntungkan Prabowo.

Menurut sumber yang saya kutip dari Politicawave, situs yang menjaring percakapan di media sosial, Jokowi --JK lebih banyak menjadi sasaran kampanye hitam dengan jumlah persentase 94,9 % dan 5,1 % kampanye negatif. Sementara kampanye hitam bagi pasangan Prabowo-Hatta lebih sedikit yaitu 13,5% dan kampanye negatifnya mencapai 86,5%.

Kampanye negatif terhadap Prabowo selalu yang itu-itu saja, yaitu isu HAM. Sementara Jokowi yang banyak mendapatkan sasaran dari kampanye hitam, selalu diserang SARA. "Karena sulit mencari kelemahan Pak Jokowi, maka dibuatlah kampanye hitam tersebut," jelas sumber yang sama.

Pada tahun 2014 itu, pemberitaan dan penayangan iklan saya lihat sangat tidak adil. Saya merasa eneg setiap kali melihat layar kaca. Dari hari ke hari, saya selalu menonton drama yang itu-itu saja. Upaya MetroTV tampak seperti kerepotan melawan "serangan" dari 3 media televisi yang ada di barisan pendukung capres Prabowo.

Bagaimaan Keberpihakan Media di 2019?

Seperti diketahui, terpilihnya Erick, Ketua Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (INASGOC), menjadi ketua TKN sama sekali tidak diduga banyak orang, terutama kubu Prabowo.

Pertanyaan pun muncul....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun