Hari ini kami berkesempatan menemui seorang maestro properti Tanah Air, Dr. Ir. Ciputra. Diiringi hujan deras yang mengguyur Jakarta, kami mengobrol santai dengan beliau di kantornya yang asri di jalan Dr. Satrio, jakarta Pusat. Meski sudah sepuh, beliau tampak masih bersemangat. Beberapa kali pembicaraan kami terputus karena kesibukan Pak Ci mengatur pertemuan dengan beberapa pejabat untuk mempromosikan entrepreneurship lewat pendidikan.
Di usianya yang ke-80, Pak Ci telah membidani lahirnya tiga kelompok usaha besar di Tanah Air. Yakni Grup Jaya, Grup Metropolitan dan Grup Ciputra. Ia duduk sebagai Presiden Komisaris Ciputra Development hingga sekarang. Sementara di Kelompok Jaya ia duduk sebagai komisaris dan Presiden Komisaris Metropolitan Development. Dialah Maestro Properti Indonesia yang telah membangun di lebih dari sepuluh kota besar Tanah Air, dengan luas lebih dari 15.000 Ha. Beliau juga merambah bisnis properti ke mancanegara seperti proyek Ciputra Hanoi International City Vietnam dan Kolkata West International City India. Mungkin tak terbayangkan bahwa beliau dahulu hanya seorang anak yatim yang lulus sekolah dasar pada umur 16 tahun. Ayahnya meninggal di penjara pada jaman Jepang karena dituduh sebagai mata-mata. Di usia 12 tahun, setelah kehilangan seorang ayah, Pak Ci remaja menemukan titik balik dalam hidup. Ciputra adalah pendiri Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) pada 1972. Ia juga menjadi orang Indonesia pertama yang pernah menjabat ketua Federasi Real Estate Dunia (FIABCI). Ia juga dikenal sebagai seorang filantropis, dan berkiprah di bidang pendidikan dengan mengembangkan sekolah dan Universitas Ciputra, yang menekankan pendidikan entrepreneurship. Catatan aktivitas dan prestasinya yang lain adalah memimpin Klub Bulu Tangkis Jaya Raya, peraih berbagai medali emas internasional untuk Indonesia (Harefa, 2006). Pada 24 Agustus 2009 Dr. Ir. Ciputra mendapat dua penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Pertama, sebagai Penyelenggaraan Pelatihan Entrepreneurship Kepada Dosen Terbanyak 1.231 Dosen Perguruan Tinggi di Indonesia untuk Menjadi Fasilitator Transfer Kemampuan Entrepreneurial Kepada Para Mahasiswa. Kedua, Entrepreneur Peraih Penghargaan Terbanyak, 42 Penghargaan di berbagai bidang. Illinois Institute of Technology, Amerika Serikat, pernah memberinya penghargaan istimewa dalam kepemimpinan atau Distinguished Leadership Award, karena perannya sebagai pemimpin dalam bisnis properti yang sangat berhasil Pada 2007, Ciputra terpilih sebagai entrepreneur terbaik versi Ernst & Young Indonesia. Untuk itu ia berhak mewakili Indonesia dalam ajang dunia Ernst & Young World Entrepreneur of The Year 2008 di Monaco dan menyabet gelar World Entrepreneur of The Year 2008 Hall of Fame pada bulan Mei 2008. Pada tahun yang sama Ciputra gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Tarumanagara. Gelar Doktor HC diberikan karena keberhasilan dan karya Ciputra dalam bidang perekayasaan yang visioner dan menyertakan entrepreneurship di dalamnya. Mengenai kisah suksesnya ini Pak Ci mengatakan, “... entrepreneurship mengubah masa depan manusia jadi lebih baik dan menciptakan kemakmuran, mengingat latar belakang saya sebelumnya sebagai anak yatim dari keluarga sangat sederhana.” Kisah sukses dari manusia yang masa lalunya kurang menguntungkan juga terjadi pada beberapa tokoh entrepreneur dunia. Sebut saja Chung Ju-Yung, yang diasosiasikan sebagai pendiri grup Hyundai di Korea Selatan. Ia lahir sebagai anak petani dari 8 bersaudara dengan pendidikan terbatas. Beberapa kali lari dari rumah untuk mencari pekerjaan di kota, ia hanya bisa menjadi buruh di pelabuhan dan bahkan jadi kuli bangunan untuk membangun sebuah universitas dimana kelak memberinya gelar doktor HC. Perjuangannya yang keras mengantakannya menjadi koglomerat berpengaruh di Korea Selatan. Berbagai perusahaan berdiri di bawah bendera grup Hyundai. Dia juga menjadi seorang filantropis dengan mendirikan Yayasan Asan pada 1977 yang berkegiatan hampir serupa dengan Ford Foundation atau Yayasan Rockefeller. Yayasan Asan membangun sembilan rumah sakit di Korea Selatan, membangun Ulsan Medical College, dan mendanai Asan Life Sciences Research Institute. Yayasan itu juga memprakarsai perjanjian kerjasama antara industri dan lembaga akademik dengan mendukung penelitian akademis seperti Sinyoung Research Fund. [caption id="attachment_92213" align="alignleft" width="300" caption="Angga, penulis, dan Pak Ci"]
Pak Ci pernah menyatakan bahwa dirinya kerap melihat banyak orang gagal dalam bisnis karena tidak melihat peluang secara kreatif. Mereka hanya menjiplak keberhasilan orang lain tanpa menambahkan nilai-nilai kreativitas ke dalam produknya. Ada berapa banyak peluang, masalahnya adalah apakah kita melihatnya dengan kaca mata kreatif. Seorang entrepreneur adalah seorang yang bisa mengubah rongsokan menjadi emas. Itu yang dilakukannya ketika membangun Ancol yang dahulu hanya sebuah tempat kumuh, tempat jin buang anak, kata orang-orang.
Kini pak Ci lebih berkonsentrasi untuk menularkan nilai-nilai entrepreneurship, baik lewat belasan sekolah dan beberapa universitas yang dibangunnya, maupun dengan mendorong gerakan nasional entrepreneurship kepada pemerintah. "Salah satu impian saya yang ingin saya wujudkan adalah membantu agar negara Indonesia menjadi negara entrepreneur," ungkapnya. Ia menuangkan visi dan misi tersebut dalam buku “Ciputra Quantum Leap” Entrepreneurship Mengubah Bangsa dan Anda.
Ada banyak cerita lain yang menarik untuk diulas. Tapi, saya cukupkan di sini dulu.