Pepper, ginger, cinnamon, and other spices grow in this region in greater abundance than in any other part of the world."
Marco Polo
Pak Arman memperkenalkan kami dengan pemandu wisata yang rama bernama Mbak Ocha. Dengan senyumnya yang hangat, ia menyilakan kami menjelajah Museum Rempah ini.
"Nanti kita jalan sesuai alur pameran, biar ceritanya runtut. Tapi jangan kaget, ya. Rempah-rempah bisa membawa kita sampai ke luar angkasa," ujarnya sambil tersenyum manis. Saya pun makin penasaran.
Awal Perjalanan: Dari Peta Dunia ke Marco Polo
Kami memasuki ruangan museum. Mbak Ocha kembali memperkenalkan dirinya. Dan kami disambut dengan sebuah peta dunia yang besar tertempel dengan gagah di dinding semen abu-abu, memberi kesan sederhana, sehingga peta tampak menonjol dan dominan.
"Di sinilah semua cerita dimulai," jelas Mbak Ocha sambil menunjuk ke arah kepulauan Maluku di Nusantara. "Para pedagang dari Arab, India, Tiongkok, dan kemudian bangsa Eropa, semua berebut jalur laut menuju Nusantara karena rempah. Pala, cengkeh, lada---sekarang mungkin hanya bumbu dapur. Namun dulu nilainya lebih mahal dari emas."
Tidak jauh kita melihat sebuah globe atau bola dunia yang merepresentasikan bumi dengan semua negara lengkap dengan garis batasnya. Bedanya dengan peta di dinding adalah kita bisa melihat luas negara dengan ukuran sesungguhnya, bukan seperti di peta dinding ketika Alaska dan Greenland tampak sangat luas dibandingkan dengan Nusantara.
Di sampingnya ada globe besar berwarna-warni yang menampilkan wilayah Asia--Pasifik dengan Nusantara terlihat dominan, di atasnya berdiri sebuah globe kecil klasik.
Di dinding belakang tertempel sebuah panel bertuliskan:
Bangsa-bangsa Eropa yang "membentuk" negara-negara di dunia: Portugal, Spanyol, Belanda, Inggris, Prancis, Jerman, Belgia.
Di bagian bawah ada tulisan "Dimulai dari perdagangan rempah/spices." Ini menekankan pentingnya peranan rempah dalam sejarah kolonialisme di dunia. Dan miris sekali jika kita perhatikan bahwa negara-negara di atas adalah dedengkot kolonial dalam peradaban manusia.
Kami melangkah untuk melihat display yang lain. Mungkin ini adalah gambar inti di museum ini. Deretan visual paling menggoda yang menggambarkan apa itu rempah-rempah .
Di sisi kanan, ada gambar besar buah pala (Myristica fragrans) yang ditampilkan dengan detail memikat: buah kuning yang terbelah menampakkan biji hitam berlapis jaring merah menyala (fuli atau mace), serta biji kering yang siap menjadi bumbu dapur bernilai tinggi. Di sebelahnya, tampak juga ilustrasi cengkeh (Syzygium aromaticum) lengkap dengan kuncup bunganya yang masih merah muda.
Gambar-gambar ini seolah ingin menegaskan walaupun bentuknya kecil tapi betapa dahsyatnya pengaruh kedua rempah ini dalam sejarah dunia. Dari Maluku, pala dan cengkih menjadi alasan bangsa-bangsa Eropa berlayar ribuan kilometer, rela bertaruh nyawa, bahkan menyalakan api kolonialisme.