Dari Khorog kubawa angin Pamir,
Menemani langkah di negeri sakura.
Tertinggal peci di bangku yang lirih,
Namun kenangan justru makin bicara.
Pukul delapan pagi, saya keluar dari lobi Crowne Plaza Kumamoto. Udara kota terasa sejuk, meski matahari mulai memecah kabut tipis yang menyelimuti langit. Saya hanya memiliki waktu setengah hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Yufuin melalui Fukuoka, dan tujuan utama pagi itu sudah pasti: mengunjungi Suizenji Jojuen, taman bergaya Jepang yang berusia ratusan tahun dan dikenal karena keindahan lanskap serta jejak sejarahnya.
Dengan tiket trem 24 jam yang dibeli lewat aplikasi, saya menaiki trem biru krem khas kota Kumamoto. Interior trem tampak bersih, dengan kursi kayu dan jendela besar yang memamerkan pemandangan kota yang perlahan bergerak. Setelah sekitar 30 menit, saya turun di halte Suizenji Park, kemudian berjalan kaki menyusuri jalan kecil menuju taman.
Suasana masih tenang. ada sebuah rumah tua bertingkat dua dengan halaman yang luas. Rumah ini terbuat dari kayu dan terasa bergaya barat. Saya melewati area parkir bertingkat yang tampaknya memang umum di kota-kota di Jepang.
Mengikuti petunjuk di gadget, Saya sempat mencoba masuk melalui pintu samping taman, tetapi ternyata pintu itu terkunci. Saya pun memutar arah mengikuti jalur lain kali ini benar dan menuju ke pintu utama taman.
Di ujung jalan, saya disambut gerbang tori dengan warna kuning lembut. Di kanan-kirinya berdiri dua patung singa penjaga atau komainu---penjaga spiritual gerbang kuil. Sebelah kiri tori, terdapat toko suvenir dengan tulisan "Suizenji" dalam tiga aksara: Kanji, Latin, dan Hangul. Bendera kecil bertuliskan "Kumamoto no omiyage" berkibar pelan. Suasana sekitar terasa bersahabat.