Pada tahap awal, negara Negara Hukum menganut Liberalisme murni dan sangat menjunjung tinggi semangat konstitusi sehingga sering juga disebut konstitusionalisme. Ciri utama negara hukum formal adalah pemerintahan yang pasif. Dalam hal ini pemerintah hanya menjalankan tugas eksekutif sebagaimana dalam Trias Politika.Â
Karena itu dalam kehidupan bernegara, pemerintah hanya bertugas sebagai wasit atau pelaksana dari berbagai aspirasi  rakyat yang dirumuskan para wakilnya di parlemen. Dalam negara hukum formal, peran pemerintah dan negara sangat in signifikan dibandingkan dengan peran rakyat.
Sebagaimana yang dituangkan dalam konsep dasar Trias Politika, pemerintah disarankan untuk tidak terlibat terlalu dalam urusan kehidupan masyarakat kecuali  dalam hal menyangkut kepentingan umum seperti bencana alam, hubungan luar negeri dan pertahanan negara .Â
Singkatnya dalam aliran Liberalisme atau negara Hukum Formal ini, ada sebuah paradigma bahwa pemerintahan yang baik adalah yang paling sedikit mengatur kehidupan masyarakat atau  The least government is the best government (pemerintahan yang paling sedikit mengatur adalah pemerintahan yang baik).
Ternyata negara hukum model awal ini merupakan negara dengan pemerintahan yang hanya memiliki ruang gerak yang terbatas dan sempit. Hal ini dikarenakan negara hanya berkepentingan dalam  mengurus beberapa hal penting saja  sedangkan yang banyak hal mengenai kehidupan rakyat kebanyakan terutama perekonomian diserahkan seluas-luasnya kepada warga negara.
Pemerintahan dalam negara hukum model ini terbukti lebih banyak bergerak secara pasif dan baru bertindak jika ada hal-hal yang luar biasa terjadi. Misalnya bila  ada pelanggaran hak-hak warga negara atau terjadi ancaman atas ketertiban dan keamanan negara.Â
Karena itu negara hukum formal ini disebut juga negara hukum dalam arti sempit alias negara hukum klasik. Bahkan ada tanggapan nyinyir bahwa negara model ioni hanyalah  Negara Penjaga Malam (Nachtwachterstaat).
Sistem perekonomian dalam negara model ini mengusung paham tidak adanya campur tangan dari pemerintah yang dikenal dengan slogan "Laissez faire et laissez passer, le monde va de lui meme." Yang pertama kali dikemukakan oleh Vincent de Gournay pada pertengahan abad ke 18 dan kemudian menjadi terkenal ketika Adam Smith menuliskannya dalam buku The Wealth of Nations. Menurut teori ini warga dibiarkan mengurus kepentingan ekonominya sendiri maka dengan sendirinya perekonomian negara akan sehat.
Namun dalam kenyataannya liberalisme yang diusung dalam bentuk Negara hukum formal ternyata banyak mengakibatkan kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin tertindas,Â
Karena itu, pasca Perang Dunia Kedua, negara hukum formal dimana pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga baik dalam bidang ekonomi dan sosial secara perlahan mulai ditinggalkan. Pemerintah mulai dituntut untuk ikut serta bertanggung jawab dalam kesejahteraan rakyat dan pada gilirannya harus berperan aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. Karena itu pemerintah diharapkan tidak lagi pasif dan  berlaku seperti penjaga malam melainkan harus aktif dalam usaha membangun perekonomian negara sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas
Dengan demikian, kita akan sampai pada konsep baru yang dikenal sebagai Welfare State atau Negara Kesejahteraan. Dalam konsep hukum negara kesejahteraan ini disebut juga  Negara Hukum Material alias negara Hukum dalam arti luas. Ini sebagai versi yang berseberangan dengan negara hukum Formal atau negara hukum dalam arti sempit di atas.