Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia Tidak Harus Menjadi "Makhluk Sosial"

15 Februari 2021   16:36 Diperbarui: 15 Februari 2021   16:55 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash/luke-braswell

"Setiap dari diri kita adalah makhluk sosial, makhluk hidup yang biasa didefinisikan tidak dapat hidup apabila tidak berhubungan dengan makhluk lain."

Dari satu kalimat pernyataan tersebut, timbul sedikit pertanyaan yang sekiranya janggal bagi saya. Karena makhluk sosial selama ini sering dimaknai bahwasanya manusia tidak hidup tanpa menjalin hubungan sosial dengan manusia lain. Padahal, dalam pernyataan tersebut seringkali memang menggunakan istilah makhluk sosial. Bukan manusia sosial.

Benar apabila manusia sudah pasti menjadi bagian dari salah satu jenis makhluk hidup, tapi apakah yang namanya makhluk hidup itu berarti hanya sebatas manusia? Lalu bagaimana dengan tumbuhan atau hewan lainnya? Atau bahkan alam semesta yang sering kita tidak melihatnya sebagai sesuatu yang hidup? Padahal dari tiap bagian-bagian itu selalu hidup berdampingan.

Berarti, bisakah manusia hidup sendiri tanpa harus berinteraksi dengan orang lain? Apakah ada porsi takaran tertentu agar manusia bisa disebut sebagai bagian dari "sosial"? 

Misalnya saja, bagaimana dengan kehidupan para pekerja yang rutinitasnya hanya kerja lalu pulang ke kos? Interaksi yang terjadi hanya di warung-warung yang mana dirinya membutuhkan sesuatu untuk keberlangsungan hidupnya? Kalau di pekerjaan, sulit untuk dikategorikan sebagai kegiatan sosial karena terbatas dengan jobdesk di wilayahnya masing-masing.

Sejenak saya suka membayangkan cerita-cerita orang zaman dahulu yang senang mengembara sendirian. Bagaimana dia benar-benar mengandalkan interaksi dan kemampuan adaptasinya dengan lingkungan alam sekitar sebagai pelajaran dasar untuk terus menjaga keberlangsungan hidup. Hal itu dilakukan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun masa hidupnya.

Berbagai kacamata pandang saya ganti untuk mencoba memahami makna bahwa kita sebagai manusia tidak harus hidup bersosial. Kita tidak salah jika hidup tidak harus bersosial. Baik, kita toleransi  mereka yang telah menikah tetap kita pandang sebagai satu bagian. Dan pasangan tersebut juga tidak harus berinteraksi.

Sebuah kekonyolan juga jika mesti ditakut-takuti dengan kalimat, "kamu nanti kalau mati akan ngubur sendiri?" Mati dan hidup di manapun itu bukan urusan kalian. Sedangkan jika kita melihat mayat seseorang dibiarkan begitu saja karena jarang berkomunikasi, siapa yang konyol? Siapa yang tega? SIapa yang jahat? Salah satu kewajiban yang hidup adalah membersihkan, mensucikan, mengabdikan sesuatu yang sudah tidak bisa lagi dilakukan oleh orang yang mati.

Istilah itu kan sebenarnya hanya untuk mempermudah kita dalam mengenali suatu identitas perilaku. Bahkan, pernahkah kita mencoba waspada andaikata istilah-istilah tersebut sengaja didengung-dengungkan agar kita tidak bisa lepas dari istilah tersebut? Agar pihak tertentu selalu mendapatkan keuntungan hanya dengan bermain dengan istilah atau kata-kata yang sederhana.

Kita mengetahui, bahwa diri kita terbagi menjadi 2, yakni jasmani dan rohani. Dhohir dan batin. Dari kedua bagian tersebut, manakah porsi paling banyak yang sering dilakukan sehari-hari sebagai aktualisme dari aktualiasasi "sosial" diri? Bukankah mayoritas aktivitas sosial di zaan sekarang hanya bertujuan dari sifat konsumerisme manusia? Padahal seperkasanya raga jasmani yang dititipkan akan rubuh pada suatu waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun