Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konsistensi Laku dengan Kata

14 Mei 2020   23:00 Diperbarui: 14 Mei 2020   22:51 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: unsplash/yang-miao

Konsistensi atau dalam agama islam sering disebut dengan kata istiqomah bukanlah sesuatu yang mudah. Memulai sesuatu itu sangat mudah, tapi berusaha untuk terus menerus melakukan sesuatu itu bukanlah perkara yang dipandang sebelah mata. Sama halnya seperti melafadzkan sebuah niat, namun mempertahankan niat agar takarannya ada di kisaran statis atau dinamis dan tidak mendadak hilang, dibutuhkan konsistensi akan keberangkatan nilai yang dibawanya. Dalam hal apapun.

Kecenderungan kebiasaan hidup manusia adalah menghindari sebuah masalah, bukan meminimalisir daya destruktif tentang bagaimana sebuah perkara memiliki potensi menuju sebuah kesalahan. Kita harus terbiasa niteni, bahwasanya hidup tidak melulu mengarah ke arah kebenaran sesuai dengan yang diinginkan. Terkadang kesalahan membutuhkan ruang dalam perjalanan hidup untuk mendewasakan kehidupan manusia itu sendiri.

Kesalahan bisa menjadi sebuah hukuman, ujian, maupun rahmat yang memuliakan tergantung kepada kacamata pandang yang sedang dipakainya. Tentang lebih memilih berprasangka baik atau berprasangka buruk terhadap segala kejadian. Seperti halnya bagaimana kemudahan itu bukan datang sesudah kesulitan, kecuali dua hal itu datang secara bersamaan. Sedang kita cenderung memilih jalan yang mbulet demi meraih penake dewe atau golongannya.

Niat itu sendiri terbagi menjadi dua, ada yang tersirat dengan membuat kesepakatan dengan diri sendiri, ataupun niat yang tersurat, yakni dengan disampaikan kepada orang-orang yang berada di sekitarnya. Konsekuensi yang membuat niatnya batal jika tersirat, hubungannya langsung kepada para penjaga ghaib tiap manusia dan juga oleh Maha Mengatahui. 

Akan tetapi, jika yang batal adalah niat yang tersurat, konsekuensinya adalah orang-orang sekitar yang memperhatikannya. Sehingga bagi sebagian orang yang suka memperindah diri dengan berhias diri melalui kata-kata niat untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitarnya, sangat perlu untuk sering-sering menimbang kembali segala apa yang sudah tersurat maupun yang akan tersuratkan.

Mungkin, bagi manusia-manusia yang sama-sama memiliki hobi menghias diri dengan segala bentuk hiasan, baik make-up rohaniah ataupun kata-kata kalamullah, segala bentuk hal yang membatalkan niat akan sangat toleran untuk dimaklumi. 

Namun, konsistensi atau keistiqomahan akankah masih berlaku? Belum lagi kepercayaan, amanat, ataupun segala bentuk perhatian yang telah terlanjur diberikan, bukankah berbanding lurus dengan potensi akan kekecewaan yang akan timbul?

Jika semua bentuk ketidakselarasan merupakan suatu bentuk proses bagi yang sedang mengalami. Dengan keputusan-keputusan laku yang diberbuat kontras dengan niat-niat yang telah disampaikan, maka proses itu tidak akan berhenti kecuali perjalanan hidupnya telah berakhir. 

Celakanya, semua itu sudah sangat mengakar hingga harga diri bahkan kelompoknya dipertaruhkan. Sebuah nilai yang dipertahankan dalam memandang suatu hal yang dianggap kebenaran akan sulit jika tiba-tiba mesti dijadikan sebuah kesalahan. Meski, kelompok atau golongan yang ada sejatinya berada dalam dalam ranah bersama-sama mencari sesuatu kebenaran yang sejati.

Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (10:35)

Dari sepenggal ayat diatas, kita bisa memahami bahwasanya bukan diri ataupun kelompok yang memberikan petunjuk kepada kebenaran, melainkan Sang Maha Kebenaran-lah yang menunjukinya jalan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun