Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasa Takut di Tengah Usaha Mendapatkan Keamanan

29 April 2020   15:59 Diperbarui: 29 April 2020   16:07 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash/Matt-Collamer

Kabut sudah mulai turun dalam perjalanan semalam menuju rumah setelah melakukan kegiatan rutin mengucap sapa bersama-sama teruntuk Sang Pencipta dan Kekasih-Nya.

Ya, kegiatan yang mesti dilakukan di balik layar tanpa dokumentasi apapun meski dibatasi, sebab situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan yang sifatnya kerumunan. 

Segala kegiatan yang dilakukan pun tak lebih dari sebuah usaha untuk mencari keamanan dan saling mengamankan meski hanya sebatas hembusan-hembusan lafadz yang tak bermakna.

Ketakutan kepada Corona nampaknya melebihi ketakutan akan kehilangan rasa keberanian untuk tetap menyatakan rasa kepada Tuhan dan kekasih-Nya. Himbauan dan anjuran menjadi batas untuk sebisa mungkin tidak dilewati agar tidak menimbulkan keresahan. 

Bukan untuk keamanan diri, melainkan untuk keamanan lingkungan sekitar. Selain itu, juga untuk menghindari prasangka-prasangka negatif dari lingkungan yang merasa terusik oleh kerumanan yang telah dibuat di tengah berbagai anjuran untuk tetap di rumah saja.

Namun, kami memilih menepi dengan sebisa menghindari kerumunan. Keberangkatan semua yang masih tetap melingkar bukanlah eksistensi sebuah kelompok, melainkan ketulusan akan kerinduan untuk terus menyapa selagi masih ada kesempatan. Terlebih dapat dilakukan bersama-sama. 

Suatu ketika, Mas Munir yang menjadi Rois mengungkapkan bahwa sholat yang dilakukan secara berjamaah saja lebih bagus sehingga tidak menutup kemungkinan ibadah wirid dan sholawat yang dilakukan secara berjamaah insyaAllah juga akan lebih bagus.

Tentu, kegiatan berkumpul yang tetap berjalan di balik layar selama 7 minggu ini pun bukan berarti mereka yang berangkat itu hebat, tidak takut, sembrono terhadap dhawuh ataupun peraturan, mereka yang berkumpul pun menjaga SOP untuk saling menjaga dan mengamankan, dengan bekal syarat dan prasyarat yang disepakati oleh diri sendiri agar mampu berdaulat ketika berkelompok. 

Selain kegiatan utama wirid dan sholawat pun, biasanya dilanjutkan dengan diskusi ringan-ringan tentang kondisi lingkungan di sekitarnya masing-masing terutama terkait dengan situasi wabah pandemi ini.

Kegiatan yang terus dilakukan seakan menegaskan bahwa mereka memiliki cara tersendiri untuk menguatkan imunitas diri. Secara tidak langsung, mereka menyapa kelembutan sapaan Coronavirus dengan menganggapnya sebuah rahmat. Kelembutan, diimbangi dengan sesuatu yang lebih lembut. 

Bahkan, virus yang lebih berbahaya bagi  mereka bukan sesuatu yang menyerang saluran pernapasan. Bagi mereka, virus yang lebih berbahaya adalah virus yang sanggup menyusup sampai ke hati yang sering diibaratkan sebagai segumpal daging. Yang menyebabkan berbagai penyakit hati seperti sombong, iri, dengki, dsb.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun