Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buat Apa Kehadiran Ratu Adil? Toh, Akhirnya Tetap Mbalelo

20 April 2020   16:28 Diperbarui: 20 April 2020   16:35 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash - Aleh Mihai

Tidak ada kepemimpinan yang dapat menjadi patokan dalam struktur formalitas pemegang amanah rakyat, baik itu secara ketegasan ataupun kebijakan dalam pengambilan keputusan, menjadikan hari-hari hanya dipenuhi oleh isu-isu yang sangat sekali menimbulkan kerentanan. Baik dalam skala diri sendiri hingga menapaki taraf nasional.

Sosok yang diharapkan mampu menjadi perahu di tengah banjir arus informasi atau seolah menjadi pawang bagi makhluk Tuhan yang sedang banyak mengancam jiwa agar bisa menjadi juru selamat, seperti enggan menampakkan diri. Keselamatan seperti apa yang diinginkan di atas keadaan seperti ini?

Memaknai keselamatan itu sendiri sudah sangat salah kaprah. Dengan kolaborasi antara kecerdasan dan kecanggihan teknologi, kebanyakan manusia terlalu banyak menaruh harapan terhadap hal tersebut agar mampu menjadi penyelamat dirinya alias tidak mati oleh karena sesuatu yang berada di luar dirinya. Pertanyaannya, apakah selamat pasti berarti hidup atau tidak mati? Bisakah mati juga merupakan bagian dari makna selamat?

Seorang yang menjadi orang tua bagi ribuan atau mungkin jutaan di suatu wilayah sedikit memberikan wejangannya pada suatu malam, bahwa kehidupan atau kematian itu hanyalah masalah teknis bagi Tuhan. Tentu saja pernyataan tersebut tidak langusng saja dilontarkan dan dipahami masyarakat umum dengan skala nasional. Terlebih, Ketuhanan Yang Maha Esa sudah tidak lagii menjadi skala prioritas utama dalam membuat aturan atau kebijakan tertentu.

Negeri ini atau bahkan dunia ini memliki masa kejayaannya yang hebat. Apa yang diinginkan manusia abad 21 sudah pernah dicapai pada masa lampau. Namun apakah yang terjadi? Jika itu baik, mengapa Sang Pemilik Hidup memusnahkan segala kejayaan yang diinginkan tersebut? Memusnahkan tersebut apakah sebuah murka atau dalam rangka menyelamatkan? Terlalu banyak faktor yang menjadikan bahasan bertele-tele. Terlalu banyak aktor utama yang menjadi pemeran dalam bagian sejarah, meski aktor sekaligus sutradaranya jelas satu.

Keadlian, kasih sayang, kekuasaan, ketidak-tegaan, atau segala apapun rasa yang dititipkan kepada manusia memiliki limitasi. Berlapis-lapis. Manusia dikenalkan kepada batasan-batasan untuk mengenali Sang Maha Kuasa. Manusia diberikan harapan-harapan untuk belajar mengimani Sang Maha Akbar. Bahkan, kecerdasan, kegeniusan, yang terprogram dalam akal  pun dititpkan kepada manusia untuk selalu berinovasi dan berkreasi pun tak lebih agar manusia belajar taqwa kepada Sang Maha Mengetahui dan Maha Pencipta.

Kecurigaan itu berlanjut ketika apa yang menjadi dasar ideologi pada nomor satu di suatu wilayah pun tidak dapat ditepati, apalagi janji kesaksiannya terhadap Sang Hyang, Yesus, Budha, Allah, atau apapun kalian bersaksi menomorsatukan Tuhan. Jangan-jangan, sudah selaknya kita diberikan nasihat terbaik, yakni mengingat kematian.

Siapa yang mengira dirinya pemimpin, harus mampu ngemong apa yang dipimpin. Bahkan, sebisa mungkin menawar kepada Tuhan untuk selalu memberikan perlindungan dan keamanan, bahkan ketentraman  bagi siapapun yang memberikan kepercayaan terhadap dirinya. Jangan hanya disodorkan bias-bias wacana yang hanya membela kaum-kaum sebagian dari golongan tertentu saja.

Dalam skala yang lebih luas, sebuah masyarakat membutuhkan sosok Ratu Adil. Sudah pasti ia bukan Sang Maha Adil, tapi dialah yang sudah pasti banyak dicurigai sebagai orang bodoh. Kenapa? Karena hijab ilmu yang telah mengerak hingga kehilangan esensi akan ilmu itu sendiri. Bodoh karena standar kualitas ilmu zaman sekarang diukur dengan banyaknya gelar keilmuan dari perusahaan pendidikan formal.

Di setiap zaman, Tuhan pasti mengirimnya. Tapi, lebih banyak yang tidak mempercayai karena kerakusan dan keingkaran manusia akan kata-katanya sendiri. Tapi, dia selalu benar-benartersingkir dan tidak diperhatikan oleh para penguasa. Justru, bisa jadi Ratu Adil hanya akan menjadi ancaman bagi mereka yang takut kehilangan harta bendanya yang dikira didapat atas hasil usahanya.

Daripada kehilangan, sebisa mungkin segala informasi mengenai kebaikan dimanipulasi sedemikian rupa. Sehingga ia tak nampak, sehingga ia hilang dari desas-desus kebijaksanaannya. Kehilangan itu bisa dalam bentuk apapun, dan kebanyakan manusia takut akan kehilangan. Bahkan nyawa yang sejatinya bukan milik manusia, mati-matian dipertahankan ketika akan diambil oleh pemiliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun