Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Gelombang Muthma'innah Pada Diri

9 Maret 2020   17:51 Diperbarui: 9 Maret 2020   18:19 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan menjadi hal yang mengagetkan apabila antusias menghadiri rutinan menurun setelah acara Milad. Karena cerita-cerita seperti itu sudah cukup menjadi trend, terutama bagi para penggiat. 

Sepertinya bukan masalah kehadiran ataupun eksistensi yang menjadikan acara tetap terselenggara, tetapi karena semangat untuk merawat dan membersamai rumah tang telah dititipkan oleh Simbah. 

Dan satu-satunya cara menyatakan cinta adalah merawat rumah yang telah dititipkan dengan setidaknya menghadiri acara yang jadwalnya sudah dapat dipastikan setiap bulannya jauh-jauh hari.

Cinta itu sendiri merupakan gelombang kelembutan, tidak nampak jika hanya dilihat dengan mata telanjang. Mungkin pula kehadiran itu tidak membawa raga, melainkan hanya berbentuk gelombang-gelombang cinta yang sangat lembut jika hanya dirasakan dengan panca indera. Gelombang itu ada jika terdapat getaran. Sedang getaran itu timbul jika ada rasa, apapun itu. Dan ternyata, gelombang kehadiran itu begitu banyak.

Taddarus surah Maryam dibacakan oleh Mas Yuli sebagai pembuka acara rutinan yang sudah memasuki putaran ke-109. Surah Maryam ini sempat disebutkan dalam acara Sastraliman hari Kamis malam oleh Mbah Nun di Kadipiro, jadi sepertinya dirasa pas untuk setidaknya menjadi pembukaan awal untuk mengudar kelembutan gelombang.

Setelah pembacaan taddarus selesai, jamaah yang telah hadir diajak bersama-sama melantunkan wirid munajat maiyah. Wirid munajat ini sudah selama 3 bulan terakhir selalu diadakan rutin oleh simpul Maneges Qudroh dengan nama Selasan. Tentu saja, setiap acara Maneges Qudroh yang dipublikasikan di media sosial diperuntukkan untuk umum. Karena rumah yang dititipkan ini sama sekali tidak mengandung eksklusivitas. Semua "saling", bukan semua "untuk", dan hal tersebut berlaku dalam ranah apapun terutama perihal keilmuan.

Beberapa penggiat sempat sedikit merasa cemas karena benar setelah pembacaan taddarus selesai pukul 21.00 lebih, tidak hanya jamaah, bahkan penggiat yang hadir pun tidak sebanyak acara rutin Selasan. Namun, ternyata lantunan wirid munajat sedikit banyak telah menyelamatkan dengan seolah-olah memberikan panggilan kepada mereka yang sedang diperjalankan untuk berkumpul dan bermuwwajahah bersama di sinau bareng kali ini. Jadi, selama mata terpejam ketika melantunkan wirid, segala kehadiran seperti menjadi sebuah kejutan ketika mata itu terbuka.

***

Termasuk Pak Amron selaku narasumber menjadi salah satu diantara kehadiran-kehadiran di tengah lantunan wirid. Tak menunggu waktu lama, pembacaan mukadimah disampaikan oleh pembawa acara. Intinya, "Nggelombang Diri" ini merupakan sebuah proses pencarian diri atau sinau niteni dan belajar gelombang-gelombang yang mungkin berada di kisaran diri. Selain Pak Amron, Mas Wahyu yang ditugasi menjadi moderator dipersilahkan maju ke depan.

Pak Amron menanggapi uraian prolog acara tersebut dengan menyampaikan sebuah hadits yang menyatakan tentang segumpal daging, dimana jika itu baik, maka baik pula seluruh jasadnya. Begitupun sebaliknya kepada jasad apabila segumpal daging itu tidak baik. "Itulah qalbu!"

Untuk memahami gelombang pada diri, kita mesti mengenali getaran-getaran yang terjadi pada hati masing-masing. Karena tidak mungkin terjadi sebuah gelombang, jika tidak diawali dengan sebuah getaran. Nggelombang itu sendiri jika diperkecil cara pandangnya seperti proses pencarian di dalam lapisan yang menyelimuti hati, yaitu shodr, fuad, dan qalb. Shodr itu adalah gambaran perwujudan nafsu. Menurut Pak Amron, nafsu sendiri tidak selalu berkonotasi negatif. Seperti dalam ayat inna nafsa la amaratubbisuu'i illa ma rahima Rabbi. Hanya rahmat Allah yang membuat kita mampu menuju kebaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun