Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sinergi Realitas Simbolik dan Berpikir Paralel untuk Membangun Keindahan

23 Januari 2020   16:30 Diperbarui: 23 Januari 2020   16:38 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sela-sela proses sinau bareng, Kiai Kanjeng pun memberikan persembahan 1-2 lagu untuk memberikan suasana pembelajaran yang lebih berwarna. Kali ini, Pakdhe-Pakdhe Kiai Kanjeng membawakan 1 nomor lagu khusus, yaitu "Mars Persebaya". Karena kebetulan pada malam hari ini, Bapak Aji Santosa, pelatih tim Persebaya ikut membersamai sinau bareng di atas panggung. Pak Aji sendiri biasa mengikuti maiyahan Cak Nun dan Kiai Kanjeng melalui media Youtube. Satu hal yang paling dipegang oleh beliau dari hasil memetik ilmu maiyah yaitu tentang habluminallah dan habluminannaas. Beliau melanjutkan, bahwasanya dalam beribadah itu tidak ada transaksi. "Yang pasti cinta-Nya Gusti Allah." Pungkas coach Aji.

Workshop pun kemudian dibuka oleh Mas Helmy dengan memberikan batasan pertanyaan tentang, kenapa jamaah tiba-tiba datang ke Mocopat? Apa yang kamu cari atau apa yang kamu dapatkan? Salah atu jamaah dari Madura menyampaikan bahwa ia datang ke maiyahan ini untuk nge-charge awak. Mengisi ulang daya tubuh. Atau secara umumnya, memberi makan jiwa dengan ilmu-ilmu baru yang ditemukan di dalam maiyah.

Kemudian ada salah satu jamaah yang cukup menarik dari Banyumas. Mas Joko namanya. "Saya kesini mau mencari cahaya sejati." Katanya. Jamaah pun langsung memberikan respon dengan suara-suara sumbangnya. Bahkan jamaah lain yang duduk di sebelah saya nyeletuk, "dhuwur iki!" Mas Joko pun mengisahkan cerita hidupnya yang dulunya merupakan seorang pemabuk bahkan pemakai obat-obat terlarang. Namun, alhamdulillah sekitar 7 bulanan ini dirinya sudah meninggalkan dunianya itu. "Lagi minum justru teringat sama Gusti Allah." Lanjut Mas Jiko disambung dengan guman-gumam ungkapan rasa keheranan dari jamaah.

Mulailah Mas Joko kemudian buka-buka youtube dan menemukan maiyah di salah satu media sosial tersebut. "Kok, masyuuuk..." kesan Mas Joko ketika streaming maiyah lewat youtube. Lalu ikutlah Mas Joko maiyahan pertama kali secara langsung di IAIN yang belum lama ini terselenggara di Dusun Karanggintung, Purwokerto. Hingga, pada malam hari ini, Mas Joko diberikan kesempatan untuk berkumpul lagi bersama-sama di Mocopat Syafaat, Yogyakarta.

Mbah Nun pun kemudian merespon, Mabuk aja dipergoki oleh Allah. Lha, arek-arek maiyah iki seneng nek Gusti Allah ikut nimbrung dengan cara yang sama seperti yang dialami oleh Mas Joko. Tapi, semua tentu memiliki jalan dan cara yang bertemu yang berbeda-beda. Kemudian, Mbah Nun memberikan contoh cerita ketika Rasulullah sedang berkumpul dengan para sahabatnya dengan menanyakan, " di dunia, apa yang kamu senangi?"

Yang pertama, Abu Bakar ra. memberikan jawaban, yaitu berkumpul bersama Nabi, memandang wajahnya, dan memberikan seluruh harta untuk perjuangan Rasulullah. Sahabat-sahabat yang lain juga memberikan pernyataan tentang apa yang disenangi. Ketika tiba giliran salah satu sahabat, yaitu Abu Dzar Al-Ghifari, Rasulullah menanyakan kenapa dia menjawab lapar, sakit, dan mati adalah hal yang disenanginya di dunia. Maka Abu Dzar pun menjawabnya, bahwa lapar membuat dirinya menjadi ingat kelemahannya dan menjadi seorang yang pasrah dengan Allah, dan dengan sakit, Abu Dzar merasa dekat dengan Allah. Lalu mati, merupakan jalan menuju Allah.

Sepenggal kisah tentang Abu Dzar yang diceritakan oleh Mbah Nun tersebut, sudah pasti sangat kontras dengan fenomena zaman kehidupan masa kini. Tentu ada tabir hikmah yang bisa diambil, kecuali jika kita enggan terenggut kebahagiaan yang sedang dinikmati. Wallahu'alam.

Setelah Mas Joko, ada Mas Choirul Anwar yang tak kalah menariknya. Kalau Mas Joko penuh dengan hikmah, sementara Mas Choirul Anwar yang namanya memiliki arti sebaik-baiknya cahaya menurut Mbah Nun ini, memberikan kegembiraan dengan logat ngapaknya. Mas Choirul yang masih mengenyam jenjang pendidikan ini menyempatkan diri untuk datang mencari ilmu. Kurang Lebih Mas Choirul menyampaikan bahwa, "daripada liburan rebahan santuy, mending kesini pas banget golek ilmu. Kebetulan juga ngesuk saya ada 'tri-ot' (try out) bahasa. Lha ndilalah ora teyeng (tidak faham)". Jamaah pun seketika tertawa mendengar kata 'teyeng' dari Mas Choirul. Teyeng ini di tiap daerah sangat mungkin bisa bervariasi maknanya. Misalnya kalau di daerah Jogja-Magelang, kata teyeng ini sering dimaknai karat pada besi.

"Nek sinau bahasa ra teyeng, mending sinau ting mriki.(kalau belajar bahasa tidak faham, lebih baik belajar disini)" Lanjut Mas Choirul menyampaikan niatnya. Saya pikir pemuda seperti Mas Choirul ini sangat langka pada suasana banjir ilmu dan modernisasi. Ternyata, sinau bareng ini sudah menarik banyak minat lintas generasi. Dan memang sudah adanya Mocopat Syafaat seperti itu, karena ruang ini adalah ruang yang manampung siapapun.

Simbolik-Paralel

Manusia merupakan salah satu wujud ciptaan Tuhan yang memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, manusia diberikan kemampuan berfikir yang memungkinkannya untuk membebaskan diri memilih kemungkinan-kemungkinan pilihan dari hasil cara berfikirnya. Ada contoh ketika malam itu Mbah Nun coba mengajak jamaah untuk berfikir kemungkinan suasana di surga kelak dengan pilihan-pilihan keadaan yang sekiranya pas dengan keadaan kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun