Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maneges Qudroh "Unfollow"

21 Januari 2019   15:39 Diperbarui: 21 Januari 2019   15:40 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Acara rutinan bulanan pada kesempatan kali ini nampak sedikit berbeda. Situasi di Omah Maneges sudah ramai ketika acara sudah dimulai. Entah karena ini merupakan acara pertama di awal tahun yang secara tidak langsung menumbuhkan semangat baru bagi penggiat ataupun jamaah, atau mungkin karena ada faktor internal di antara penggiat yang memiliki strategi baru dalam mempersiapkan acara. Tidak menutup kemungkinan juga faktor-faktor lain yang menyatukan cinta para peserta di jalan yang sama untuk saling mengobati kerinduan akan kebersamaan.

Ya, acara rutinan maiyah memang sedikit berbeda dibandingkan acara-acara lain yang lebih agamis ataupun teologis. Tidak ada syarat apapun untuk dapat hadir ke acara maiyah. 

Pun tidak ada aktor utama yang diulamakan dalam acara maiyah karena semua berposisi sama. Sinau bareng untuk menemukan apa yang dianggap benar dan bergembira bersama serta menghilangkan kecemasan yang selalu saja mengepung kehidupan kita. Kalau masalah ilmu biar itu menjadi hidayah yang bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh untuk dibagikan kepada yang lain.

Acara rutinan Maneges Qudroh ini sudah memasuki edisi ke-95, kali ini dengan tema "Unfollow". Sebuah kata yang mungkin tidak asing bagi para pencandu media sosial ini adalah suatu sikap untuk tidak mengikuti kembali apa yang selama ini selalu muncul dalam beranda kehidupannya. Dan menjadikan kita secara tidak sadar terjangkit kecemasan. Sebuah pemikiran yang jernih lambat laun berubah menjadi cinta buta pada zaman dimana rasa panas hati sangat mudah sekali tersulut di dalam kepungan modernisasi teknologi. Dan di kesempatan ini pula, Mas Islamiyanto (Kiai Kanjeng), Bapak Setia Aji Awaluddin (Pengusaha Air Minum), dan tamu tuna netra dari Borobudur diharapkan akan membeberkan sikap unfollow di zaman now ini.

Di awal acara, Mas Aji Kojjek sebagai koordinator Sub-Region 6 (Maneges Qudroh, Mocopat Syafaat, Suluk Surakartan, Jabalakat, Maiyah Kahuripan, Saba Maiyah, dan Manunggal Syafaat) menceritakan sedikit tentang Silatnas awal Desember 2018. Sebuah acara silaturrahmi nasional dari berbagai simpul maiyah di Indonesia berkumpul di Surabaya pada waktu itu. 

Dalam Maiyah, Jamaah berbeda dengan Penggiat. Jamaah hanya datang di saat seluruh kebutuhan acara telah selesai dipersiapkan oleh para penggiat. Di saat di maiyah tidak ada struktural formal seperti di organisasi pada umumnya. Di maiyah, semua dapat menyalurkan potensi tanpa ada batasan. 

Siapa saja bisa ikut, misalnya "nggelar kloso atau ngasahi" seperti yang biasa dilakukan oleh para penggiat. Yang semua dilakukan hanya bermodalkan keikhlasan, tanpa ada reward apapun, termasuk pujian. Tidak ada sama sekali. Dalam kesempatan ini, Mas Kojjek hanya menekankan 3 step yang harus ada di setiap simpul. Pertama manajerial; kedua pemetaan potensi; dan yang ketiga adalah saling sambang antar simpul terutama di lingkup Sub-Region 6 ini.

dokpri
dokpri
Berikutnya, jamaah dihibur oleh tamu tuna netra dari Borobudur. Pak Thaifur yang kesehariannya bekerja sebagai ahli massage di Dinas Kesehatan Kab. Magelang secara ajaib mampu memainkan keyboard, didampingi Mba Ayu, murid di SLB Ma'arif yang pernah ikut lomba menyanyi tingkat nasional di Bangka Belitung dan Mas Fuad yang menjadi guru di SLB tersebut. 

Lagu 'Tombo Ati' menjadi nomor pertama yang disuguhkan yang sedikit menambah suasana keharuan pada malam itu. Walaupun di nomor berikutnya, haru tersebut seketika diubah menjadi kegembiraan karena sajian 'Banyu Langit'-nya yang mendadak membuat para jamaah mesti ngempet goyangannya. Dan mungkin hanya di Maiyah yang dapat menampung spektrum ilmu yang sangat beragam. Tidak monoton untuk selalu doktrinisasi dalam lajur agama saja.

Setelah hiburan tersebut, Mas Islamiyanto mulai 'mbeber kloso' dengan mengajukan pertanyaan ke para jamaah,"milih dadi wong pinter atau wong bener?". Karena menurut Mas Is, simbah-simbah pendahulu kita selalu mengajarkan kita hal tersebut. Seperti yang terangkum dalam tembang berikut.

"Ora kabeh wong pinter iku bener

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun