Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tauziyah ala Sengkuni

15 Januari 2019   12:27 Diperbarui: 15 Januari 2019   13:50 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penonton yang saya yakin kebanyakan adalah para jomblo mendapat angin segar di Malam Minggu ini. Sebuah acara Teater Perdikan yang mungkin sudah ditunggu-tunggu beberapa bulan yang lalu. 

Walaupun penantian kepada Sengkuni 2019 pun hanya sebuah pelarian atas penantian sejatinya kepada pasangan mereka yang mungkin masih melatih diri untuk dapat menjadi jodoh mereka, Langit pun seakan mendukung pergerakan mereka ke Taman Budaya, apalagi dengan sambutan mba-mba ticket box yang sedikit memberi warna dalam kehampaan hati mereka. Walaupun lagi-lagi, masalah mental untuk memulai perkenalan selalu menjadi kendala.

Sembari menunggu acara yang rencananya akan dimulai pukul 19.30, suasana saling sapa menjadi kehangatan tersendiri pada malam itu. Karena yang menyempatkan datang untuk menonton Sengkuni 2019 ini tidak hanya dari wilayah Yogyakarta saja, tapi yang datang dari timur sampai barat Pulau Jawa pun nampak hadir pada Sabtu Malam ini. 

Ada satu hal sistematis yang membuat menarik pada malam ini. Acara pertunjukan mesti diundur karena antrian yang masih sangat panjang di antrian ticket box. Biar nanti tidak mengganggu pertunjukan yang sedang berlangsung.

Dan secara pribadi, acara sebesar ini, disaat para artis dan tamu khusus sudah mendatangi venue disaat banyak penonton yang masih menonton antrian tiket merupakan hal yang kurang wajar. 

Tapi karena kebiasaan melatih menjadi manusia ruang, tidak ada masalah sama sekali terhadap hal itu. Justru hal tersebut menjadi bukti jika masih ada panitia yang tidak egois, dimana ketidakdisiplinnya waktu penonton masih bisa termaklumi.

Sengkuni memang selalu memiliki pesonanya sendiri selama ini. Salah satu tokoh yang menjadi simbol Bapak kelicikan dunia atau Mbahnya teroris dunia ini seperti bakteri dalam duri kehidupan kita. 

Selalu Sengkuni menjadi biang permasalahan yang terjadi dalam sebuah lingkungan. Kalau dalam perpolitikan negara, apakah masih ada politisi yang tidak mengandung Sengkuni? Atau mungkin bakteri tersebut di zaman sekarang tidak hanya menyukai politisi, akan tetapi rakyat pun sudah menjadi sasaran bakteri-bakteri sengkuni. Di kampung negeri ini, yang mana yang bukan Sengkuni?

Sebulumnya, Emha Ainun Najib sebagai penulis naskah sudah mewartakan dalam tuliasannya di caknun.com bahwa Sengkuni dalam Teater ini tidak sama dengan Sengkuni dalam cerita rakyat. 

Beliau juga meminta maaf jika tidak ada kesamaan atau kesengajaan niat dengan mengambil angka 2019. Karena dalam teater ini pun tidak ada hubungannnya sama sekali dengan tahun politik. Kecuali hanya untuk menggembirakan para penonton.

Dalam Teater Perdikan ini, mungkin banyak yang belum mengenal latar belakang Sengkuni dibalik segala keantagonisan sikap negatifnya. Siapa sangka jika Sengkuni selama ini memiliki cara bertahan hidup yang tidak biasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun