Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD Golkar Jawa Barat MQ Iswara mengaku pihaknya telah menerima surat pencabutan dukungan untuk Ridwan Kamil sebagai bakal calon gubernur Jawa Barat pada Pilkada Jawa Barat 2018 (kompas.com, 17/12/2017).
Begitulah angin politik. Arah hembusanya kerap tak terbaca. Hanya berbilang hari setelah Airlangga Hartarto "mengkudeta" Setya Novanto, Golkar resmi mencabut dukungan ke Ridwan Kamil atau Kang Emil sebagai calon gubernur Jawa Barat.Â
Polemik surat dukungan Partai Golkar ke Kang Emil sepertinya belum hilang dari ingatan. Surat dukungan itu, selain tak bertandatangan dan berstempel, juga dikeluarkan pada saat Setya Novanto berstatus sebagai tersangka korupsi dan sedang di rawat di RS Premier Jatinegara.Â
Meski surat itu pada awalnya dikonfirmasi oleh Idrus Marham, Sekjen Golkar, sebagai bodong, toh setelah sidang praperadilan Setnov sebagai tersangka dikabulkan hakim (29/9/2017), surat dukungan itu menjadi resmi adanya. Ridwan Kamil pun dengan sumringah menerima surat dukungan resmi Golkar yang diserahkan langsung oleh sang ketua umum (14/11/2017)
Hembusan angin politik berubah arah ketika KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP untuk kedua kalinya. Setelah penetapan tersangka Setnov sebagai tersangka dianggap sah, Setya Novanto pun dipaksa turun dari kursinya. Melalui Rapimnas secara aklamasi kursi ketua umum diserahkan kepada Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian kabinet Jokowi (PDIP).Â
Siapapun penguasa Jabar akan memenangkan politik nasional. Demikian yang dikatakan Setya Novanto ketika menyerahkan surat dukungan Partai Golkar kepada Ridwan Kamil (rmoljakarta.com). Di Jawa Barat Golkar merupakan partai dengan jumlah kursi terbanyak nomor dua setelah PDIP.Â
Di sisi lain, Ridwan Kamil saat ini merupakan calon gubernur dengan elektabilitas tertinggi. Masuknya dukungan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Setya Novanto ke Ridwan Kami sepertinya menjadi ancaman serius bagi PDIP. Luka akibat kekalahan tragis di pilkada Banten sepertinya masih membayangi PDIP. Saat itu jagoan PDIP yang nota bene patahana dijungkalkan jagoan Golkar dengan perbedaan suara yang terbilang tipis.Â
Tapi setelah KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka, dan Airlangga Hartarto menggantikan Setya, angin politik pun mulai berubah. Kang Dedi Mulyadi kembali punya peluang untuk di usung Golkar.Â
Partai Golkar tidak bisa mengusung calonnya sendiri karena jumlah kursi yang tidak memadai. Golkar membutuhkan partai lain untuk berkoalisi. Pertanyaanya, dengan siapa kira-kira Partai Golkar akan berkoalisi? Yang pasti kolaisi itu adalah koalisi besar katanya.