Mohon tunggu...
Tareq Albana
Tareq Albana Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Nominee of Best Citizen Journalism Kompasiana Awards 2019. || Mahasiswa Universitas Al-Azhar, Mesir. Jurusan Hadits dan Ilmu Hadits.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Sumpah Pemuda dan Keresahan Pelajar Indonesia di Luar Negeri

28 Oktober 2019   15:13 Diperbarui: 27 Oktober 2020   07:12 4350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sumpah Pemuda| Sumber: pixabay.com, Ilustrasi: Laksono HW

Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah Darah yang Satu, Tanah Indonesia.

Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku Berbangsa Satu, Bangsa Indonesia.

Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda!

Jujur, ketika mengetik teks sumpah pemuda diatas bulu kuduk saya merinding, membayangkan betapa kuatnya mental dan semangat pemuda kala itu didalam konferensi Sumpah Pemuda di tahun 1928. 

Saat itu kita masih dijajah oleh kolonial Belanda dan bisa saja sewaktu-waktu penjajah datang dan membunuh semua yang hadir dalam kongres tersebut. Akan tetapi kemungkinan buruk itu tak mematahkan semangat pemuda bangsa untuk tetap mengukuhkan satu visi bersama, Kemerdekaan Indonesia!

Bagi saya, Sumpah Pemuda itu adalah Never Ending Goals atau tujuan tiada akhir bagi rakyat dan tumpah darah Indonesia. 

M. Yamin sebagai orang yang mengonsep teks ini memang sangat jenius, ia bisa merangkum banyak makna tentang nasionalisme dan Hubbul Wathan (Kebanggaan akan Bangsa) dalam 3 kalimat sederhana yang menjadi visi bangsa Indonesia selamanya, tak akan pernah berhenti untuk mencapai visi tersebut.

Tak dipungkiri, bangsa ketika itu masih banyak yang buta huruf, hidup didalam kemiskinan dan tentu saja dibawah penyiksaan penjajah, tak mudah untuk membangkitkan semangat bangsa yang sudah seperti mayat hidup, akibat 3 abad lamanya dijajah. 

Hampir tak ada harapan untuk bangkit, penjajah datang silih berganti, lebih baik cepat mati daripada jadi suruhan penjajah, begitulah kira-kira keadaan jiwa bangsa Indonesia ketika itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun