Pada Sabtu malam, 23 Maret 2025, saya memutuskan untuk melakukan itikaf di Masjid Kampus UGM. Malam itu adalah malam ke-23 Ramadhan, yang diyakini sebagai malam yang penuh berkah dan kesempatan untuk mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Saya tiba di masjid sekitar pukul 11 malam, dan suasana di dalam masjid sudah cukup ramai. Banyak jamaah yang telah datang lebih awal untuk mengisi malam yang istimewa ini dengan ibadah.
Setelah memasuki masjid, saya langsung mengambil wudhu. Proses wudhu selalu memberikan ketenangan tersendiri bagi saya, seolah-olah semua beban dan pikiran negatif hilang sejenak. Setelah itu, saya melaksanakan shalat tahiyatul masjid sebagai bentuk penghormatan terhadap tempat suci ini. Saya juga membawa Al-Qur'an dari rumah karena khawatir tidak kebagian Al-Qur'an yang disediakan di masjid. Saya ingin memastikan bahwa saya dapat membaca dan merenungkan ayat-ayat suci selama itikaf.
Dengan kupon sahur di tangan, saya melanjutkan aktivitas dengan membaca Al-Qur'an hingga pukul 2 pagi. Setiap ayat yang saya baca membawa ketenangan dan kebahagiaan tersendiri. Dalam hati, saya berdoa agar Allah menerima semua amal ibadah saya di bulan suci ini. Setelah membaca Al-Qur'an, dari pukul 2 hingga pukul 3 pagi, saya melaksanakan beberapa shalat sunnah sebagai tambahan ibadah.
Menjelang sahur, tepatnya pukul 3.20 pagi, saya menukarkan kupon sahur yang telah diberikan sebelumnya. Menu sahur kali ini adalah ikan masak kuning yang sudah disiapkan oleh panitia. Prosesnya sangat praktis, saya hanya perlu menyerahkan kupon untuk mendapatkan makanan. Saya duduk bersama jamaah lainnya, merasakan kehangatan kebersamaan di tengah malam yang sunyi. Namun, dalam keramaian itu, saya sempat lupa mengambil teh panas yang disediakan oleh panitia dan merasa malas untuk kembali mengambilnya. Akhirnya, saya hanya minum air putih yang sudah saya bawa dari rumah.
Setelah shalat Subuh selesai, ada sesi mimbar Subuh berupa kultum yang disampaikan oleh Prof. Dr. Muhammad, M.Ag., Ketua PW DMI DIY. Kultum kali ini membahas tema "Distribusi Kekayaan Melalui Zakat: Tafsir Al-Qur'an Tentang Keadilan Ekonomi." Dalam pembahasannya, beliau menyoroti pentingnya zakat sebagai instrumen utama dalam distribusi kekayaan dalam Islam.
Beliau menjelaskan bahwa zakat tidak hanya menjadi kewajiban individu tetapi juga mekanisme sosial untuk menciptakan keadilan ekonomi dan mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Mengacu pada QS. Al-Hasyr ayat 7, beliau menekankan bahwa kekayaan tidak boleh hanya berputar di kalangan orang-orang kaya saja. Zakat berfungsi untuk mendistribusikan harta kepada delapan golongan yang berhak menerimanya (asnaf), sebagaimana disebutkan dalam QS. At-Taubah ayat 60.
Prof. Muhammad juga menjelaskan bahwa zakat memiliki dimensi spiritual dan sosial. Secara spiritual, zakat membersihkan harta dan jiwa orang yang menunaikannya (QS. At-Taubah ayat 103). Secara sosial, zakat adalah bentuk solidaritas untuk menciptakan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Beliau menegaskan bahwa pelaksanaan zakat secara produktif dapat menjadi solusi jangka panjang untuk pengentasan kemiskinan.
Sayangnya, rasa kantuk mulai menyerang setelah shalat, dan saya tidak bisa mengikuti kultum hingga selesai. Meskipun begitu, saya merasa bersyukur bisa berada di sana dan merasakan suasana spiritual yang mendalam.