Sebuah puisi pun nyaris tak jadi peluru, untuk menumbangkan oligarki yang telah kongkalikong dengan pemangku kebijakan. Ada kepentingan disana
Dan aku tiba pada kesimpulan Seharusnya tidak ada kata tidak pada apa yang memang harus terjadi
Sedemikian lukakah hati Sehingga hanya ingin pergi?
Mengapa tinggal di pelataran cinta itu sendu Mengapa ingin menggapai tapi ragu Tak perlu jawaban atas tanya Tak bisa bersanding karena beda yang nampa
Kau yang memilih wlbuh dulu untuk tak mau bicara denganku, bukan begitu?
Mungkin aku hanya merindukan pesonamu saja. Mungkin aku bukan cinta tapi mungkin juga selamanya cinta.
Bintangku yang menyala terang di hatiku itu Ternyata bukan kamu
Membaca puisi adalah upaya memfilter aktifitas keseharian yang bisa jadi dipenuhi sambah batin: ego, iri, dengki, hasud, sombong, dan lain sebagainya.
Kau pergi menjauh dengan sengaja Sejauh-jauhnya
Kadang melipat tangan saja dan berdoa tulus dari hati
Sama-sama bertahta di sudut nurani sang rindu Kalau kamu apakah juga rindu?
Tak perlu jawaban Tak ada alasan Cinta adalah cinta Kepada siapa ingin menuju, biar
Aku pikir ini hanya sebuah rindu yang telupakan Nanti kalau sudah ingat kembali bisa jadi rindu iru sudah pergi menjauhi dan menjadi kenangan
Dan bertanya sebuah alasan mengapa ia pergi
Agar kehidupan semakin baik Agar sukses semakin naik Agar cita-cita terwujud pasti Dalam pencapaian pwnuh kerendahan hati
Aku sungguh tak tahu Dan aku tak bisa membohongi itu
Memberi bukti nyata hiduo dikasihi oleh Sang Pencipta, Penguasa alam semesta ini
Aku sungguh hanya mau setia pada-Nya sampai mati
Biarkan Tangan Alloh Yang Bekerja