Mohon tunggu...
Trisno Adin Ramadhan
Trisno Adin Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Budak Idealis

Selanjutnya

Tutup

Music

Eksistensi Museum Musik Indonesia

19 November 2022   18:21 Diperbarui: 6 Desember 2022   20:12 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sejarah seni musik telah lama terjadi dan sudah selayaknya jika kita pelajari dan mendalami ilmu mengenai pengetahuan tersebut. Salah satu cara untuk belajar sejarah adalah berkunjung ke museum. Tak hanya itu, berkunjung ke museum juga membuahkan manfaat lain seperti menambah wawasan, mendapat referensi visual yang mendalam dan juga bisa bersosialisasi dengan banyak orang. Tentunya hal ini sangat bermanfaat bagi kita para pecinta musik.

Malang - Museum Musik Indonesia (MMI), Galeri Malang Bernyanyi menjelma menjadi Museum Musik Indonesia pada tahun 2015. Museum Musik Indonesia pun resmi berdiri setelah didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM.Museum Musik Indonesia mendapat dukungan dari pemerintah Kota Malang dengan mengizinkan pengurus museum untuk menggunakan Gedung Kesenian Gajayana sebagai tempat Museum Musik Indonesia. Museum musik Indonesia tersebut diresmikan langsung oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI pada 19 November 2016.Museum Musik Indonesia ditempatkan di lantai 2 Gedung Kesenian Gajayana di Jalan Nusakambangan No.19, Kota Malang.

Pada awalnya, Museum Musik Indonesia merupakan museum yang didirikan atas rasa cinta seorang sosok pria terhadap seni musik, dan sosok pria ini bernama Hengki Herwanto.Semuanya berawal dari hobi dan kecintaan Hengki terhadap musik. Dia telah jatuh cinta dengan musik sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).Ketika itu, dirinya sering sekali melihat konser musik di daerah sekitar rumahnya. Ketika menonton konser itu pula, tak jarang dirinya mengabadikan hingar bingarnya konser dengan tustel (kamera poket) yang dimilikinya. Dia pun kemudian mengirimkan hasil jepretannya tersebut ke salah satu majalah yang ada di Bandung.Tak sia-sia, karya Hengki seringkali dimuat di majalah tersebut. Dia pun menjadi tergila-gila untuk mengirimkan karyanya. Hal itu kemudian berjalan hingga dirinya menjadi mahasiswa.Namun, setelah lulus kuliah, lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Hengki telah berhenti menjadi wartawan majalah tersebut. Dia lebih memilih fokus untuk bekerja di salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sejak itu pula, dia melepaskan hobinya terhadap musik.Kemudian pada tahun 2007-2008, dia dihubungi kembali oleh teman-teman seangkatannya pada saat berprofesi sebagai jurnalis. “Saya dihubungi, katanya mereka mau membuat buku. Saya disuruh untuk membuat tulisan. Akhirnya rasa cinta saya terhadap musik mulai bangkit kembali,” ujar pria kelahiran Palembang itu.

 Pada tahun 2009, Hengki mempunyai sebuah ide untuk mengadakan sebuah pertunjukan musik. Ketika sedang berbincang dengan teman- teman sebayanya, sebuah perbincangan mengenai koleksi musik mereka timbul. Dari perbincangan itulah dimana mereka berencana untuk mengumpulkan koleksi-koleksi musik menjadi barang yang bermanfaat bagi orang banyak.Pada saat itu Hengki dan teman-temannya hanya memiliki sebanyak 250 koleksi yang terkumpul dan tersimpan rapi di garasi rumahnya yang terletak di Jalan Citarum. Selama itu, ia rajin dan gigih mempromosikannya di media sosial dengan harapan masyarakat bisa datang berkunjung. Tidak hanya itu, mereka juga membuka sumbangan dalam promosi tersebut. Lalu, galeri yang mereka dirikan dibuka untuk khalayak umum pada tahun 2010. Selanjutnya galeri itu pindah ke rumah kontrakan daerah Griya Santa pada tahun 2013. Dari situlah pihak-pihak yang menyumbang koleksi musik semakin banyak. Bukan hanya penyumbang, namun pengunjung juga banyak, mulai dari mahasiswa, pejabat, maupun musisi tanah air. Pada akhirnya, 3 tahun kemudian mereka diberikan tempat di Gedung Kesenian Gajayana dan menjadi tahun awal Hengki menempati Gedung MMI.Hengki sendiri mengatakan bahwa tujuan museum ini adalah untuk mendokumentasikan sebaran musik dari sabang sampai merauke.

Museum ini memiliki koleksi musik yang sangat menarik dan cukup lengkap. Terdapat kurang lebih 26 ribu berbagai jenis koleksi mengenai dunia seni musik yang terabadikan dalam museum ini. Mulai dari leaflet, kaset, CD, buku musik, poster, piringan hitam, peralatan audio alat musik koleksi dari para musisi, maupun kostum yang pernah terpakai oleh para musisi.Koleksi-koleksi ini bukan cuma didapat oleh pihak museum sendiri, namun kebanyakannya merupakan barang sumbangan mulai dari masyarakat Malang maupun masyarakat luar Malang. Adapun barang-barang yang datang dari para musisinya sendiri di mana mereka dengan suka rela menyumbangkannya sebagai koleksi di museum ini. Sekitar 60-70% dari koleksinya berasal dari musisi tanah air Indonesia sendiri, sisanya berasal dari musisi luar negeri. Genrenya juga beragam, dari jazz, pop, rock, latin sampai lagu anak-anak.Koleksi yang sangat menarik yang ada di museum ini adalah alat musik kuno yang bernama Okarina. Okarina adalah salah satu alat musik tertua yang ada di MMI. Alat musik ini dipercaya ada semenjak Zaman Batu sekitar 12.000 tahun lalu, benda ini ditemukan dari berbagai kebudayaan dengan banyak variasi yang beragam.Di Indonesia, Okarina terbuat dari tanah liat.

Hengki bersama dengan 10 orang lainnya terus bekerja keras untuk merawat dan mengelola MMI. MMI saat ini telah menjadi surga literasi musik. Hengki sendiri yang menyusun koleksi-koleksi tersebut. Namun ada cara unik yang dilakukan Hengki untuk mengelompokkan koleksi musiknya. Bukan dengan membagi sesuai dengan genrenya, akan tetapi berdasarkan teritorial apakah dari Indonesia atau mancanegara.“Dari situ saya cluster-kan lagi berdasarkan tempat kelahiran penyanyi atau asal band terbentuk. Misal dari Jatim, saya urutkan lagi berdasarkan genre musiknya. Jadi memudahkan untuk mencarinya ” ujarnya.

Saat memasuki museum, mata pengunjung akan langsung dimanjakan dengan etalase koleksi piringan hitam di samping pintu masuk.Jika masuk lebih ke dalam lagi, terlihat lebih banyak lagi koleksi yang terpampang rapi di sejumlah rak dan lemari kaca. Mulai dari piringan hitam, kaset pita, majalah musik, CD, hingga poster penyanyi-penyanyi Indonesia maupun Luar Negeri.Tidak cuman itu, di beberapa sudut museum juga terdapat etalase khusus yang mengabadikan alat musik maupun benda-benda asli milik musisi kebanggaan Indonesia. Contohnya, yang berada di samping rak kaset. Di sana terdapat baju serta koleksi kaset milik penyanyi Guruh Soekarno Putra, gitar milik Achmad Albar yang terdapat tanda tangan beliau. Bahkan, museum ini juga menyimpan baju yang biasa dipakai manggung milik penyanyi Dara Puspita. Usia baju tersebut diketahui berusia kurang lebih setengah abad.

7 tahun sudah Museum Musik Indonesia bekerjasama dengan pemerintah dalam melakukan tata kelola berbagai alat rekam dan dengar.Museum Musik Indonesia ternyata belum dapat menjadi pilihan tempat wisata yang diminati khalayak,terbukti dari situasi sepinya."Bisa jadi karena fisik museum yang kurang menarik,bisa juga karena lokasi museum yang kurang strategis,karena kurangnya pendanaan dari pemerintah.Realitanya bangunan fisik museum dalam kondisi yang kurang baik dan tidak menarik. Karena itu kurangnya kunjungan dan minat masyarakat" tutur pengelola Museum Musik Indonesia.

Memang peran pengelola museum sangat diperlukan dalam eksistensi Museum Musik Indonesia.Namun dukungan pemerintah juga diharapkan dapat memberikan angin segar dalam membuat Museum Musik Indonesia kian apik dan menjadi referensi wisata yang menarik untuk dikunjungi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun