Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Anak Berkebutuhan Khusus Membaca Puisi "Tuhan Tak Pernah Salah"

7 November 2018   11:34 Diperbarui: 7 November 2018   23:56 2154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu sudah menunjukan pukul 08.35 WIB, di pagi Jumat, tanggal 2 November 2018 itu. Ada janji yang aku harus penuhi. Janji dengan kepala SDLB Labuy, kota Banda Aceh yang letaknya bersebelahan dengan rumah sakit Pertamedika, di desa Labuy. 

Aku berjanji memenuhi undangan kepala sekolah itu untuk memotivasi anak-anak, pelajar Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) itu untuk secara bersama-sama membangun gerakan literasi. Aku diharapkan hadir tepat pada pukul 09.00 Waktu Indonesia bagian barat.  

Maka, usai mengantarkan sekolah anakku Ananda Nayla ke Madarasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Banda Aceh, yang terletak di dekat Simpang 7 Ule Kareng itu, aku bergegas naik ke mobil. 

Namun, tiba-tiba aku teringat kalau majalah Anak Cerdas yang akan kubagi kepada anak-anak tersebut belum dimasukan ke mobil. Maka, dengan sigap, aku mengambil sekitar 60 majalah Anak Cerdas dan memasukannya ke dalam mobil. Aku mengajak Iqbal Perdana, Yang ahli bidang layout di majalah Anak Cerdas untuk ikut bersamaku. Ia pun naik ke mobil POTRET dengan tergesa-gesa, lalu aku tancap gas dan langsung melaju.

Alhamdulilah, aku dan Iqbal tiba di sekolah itu lebih cepat dari yang aku janjikan. Ya, kami tiba pada pukul 08.45 WIB. Berarti kami punya waktu 15 menit untuk mengamati suasana sekolah dan juga tentang anak-anak yang ada di sekolah itu. 

Amatan ini penting, karena aku belum pernah punya pengalaman mengajar atau berhadapan dengan  anak-anak yang disebut berkebutuhan khusus itu, walaupun aku pernah mengajar di SD, SMP, SMA dan bahkan di Perguruan Tinggi. Paling tidak aku sudah mengajar sejak tahun 1982 hingga sekarang,. 

Namun, mengajar di sekolah yang namanya SDLB  memang belum pernah.  Kalau pun aku ada ke SDLB, hanya ketika datang menyerahkan bantuan program 1000 sepeda dan kursi roda untuk anak yatim, piatu, miskin dan disabilitas ke SDLB Bukesra yang letaknya di jalan Kebon Raja, Ule Kareng Banda Aceh beberapa tahun lalu.  Jadi, benar kalau aku tidak pernah mengajar atau mensosialisasi sesuatu di SDLB. 

dokpri
dokpri
Wajar saja, kalau pada pagi Jumat itu, ada perasaan sedikit cemas. Ya cemas mengingat cara berkomunikasi yang akan dilakukan dengan mereka yang memiliki beragam kelebihan tersebut.

Berbekal pengalaman mengajar dan memberikan materi di semua level atau jenjang pendidikan selama lebih dari 30 tahun tersebut, aku masuk ke ruang kelas yang berukuran sekitar 6 x 4 meter itu dan dipenuhi oleh anak-anak yang sedang mengikuti acara. 

Di dalam ruangan itu, bukan saja murid SDLB, tetapi bercampur dengan pelajar SMPLB dan SMALB yang jumlah mereka tidak terlalu banyak. 

Hanya beberapa orang. Mereka pun tidak ikut kegiatan yang aku lakukan, tetapi mereka dipersilakan masuk ke sekolah masing-masing yang lokasinya sama dengan SDLB itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun