Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemerintah dan Pertamina, Kenapa Semakin Licik dengan BBM?

20 November 2017   01:06 Diperbarui: 20 November 2017   10:10 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Besok pagi, Senin 20 November 2017, akan dilakukan acara seminar tentang program Literasi sekolah di Pidie Jaya, Aceh. Acara seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) Aceh yang bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Aceh itu menghadirkan pegiat, tokoh literasi nasional, Satria Dharma dari Surabaya. Aku yang selama ini juga giat membangun dan menggerakan literasi dengan cara memotivasi, membimbing anak-anak dan bahkan guru untuk menggelorakan kegiatan membaca dan menulis di Aceh, ikut mendapat undangan dari pihak Pemkab Pidie Jaya. 

Tentu saja, ini adalah sebuah kesempatan baik bagiku untuk bisa belajar lebih banyak tentang gerakan literasi sekolah dan hal-hal lain yang bisa meningkatkan kapasitasku sebegai pegiat literasi di Aceh. Itulah sebabnya, aku harus mempersiapkan diri untuk bisa hadir ke Pidie jaya besok pagi. Malam ini, aku harus mengecek mobil, karena subuh akan berangkat. salah satu hal yang harus dicek adalah minyak atau bahan bakar minyak (BBM) mobil. Setelah dicek, ternyata malam ini wajib sifatnya untuk mengisi minyak atau BBM, agar tidak mengalami kesulitan mendapatkan minyak di pagi buta.  Hal terbaik yang harus dilakukan adalah segera mengisi minyak malam ini.

Lalu, karena waktu sudah hampir pukul 21.00 WIB,  aku harus bergegas menuju SPBU. Aku mendatangi SPBU yang ada di daerah Lueng Bata, Banda Aceh itu. Belum sempat menghentikan mobil, sudah ada papan pengumuman dengan tulisan " Solar Habis". Hmm, aku harus menggerutu, karena  ini bukan yang pertama, tetapi sudah sering berulang. Tanpa menunggu lama, aku melaju mencari SPBU lain. Aku kemudian menuju ke SPBU Lambhuk yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari SPBU Lhueng Bata tersebut. Aku mempercepat laju kenderaan, karena taku nanti di SPBU itu juga tidak ada minyak solar.

 Ketakutan itu terbukti, karena setiba di SPBU Lambhuk tersebut, juga sudah diletakan pengumuman bahwa solar habis. Hmmm. buruk benar nasib malam ini, gerutuku ketika melihat di SPBU ini tidak ada minyak solar. Ini juga bukan yang pertama kali, tetapi sudah berkali-kali. Bahkan aku pernah bertanya, mengapa sering sekali putus atau tidak tersedianya solar di SPBU ini. 

Petugas di SPBU mengatakan bahwa Pertamina memberikan jatah seminggu sekali. wah, terlalu kataku. Karena aku sangat memerlukan solar, aku harus mencari SPBU lain. Aku menuju SPBU yang ada di Lingke, depan  asrama haji.  Dengan hati yang dag,dig, dug, aku berkata, semoga di SPBU ini ada minyak solar.

Nah, ternyata yang ada adalah rasa jengkel. Apa yang membuat jengkel atau gerah adalah di SPBU Lingke itu juga tidak ada solar yang diharap ada itu. Aku memasukkan mobil ke dalam SPBU dan langsung bertemu dengan pihak pelayan. Ia langsung  memberi aba-aba bahwa di SPBU ini sedang tidak ada minyak solar.   

Melihat fakta itu, aku harus membelokkan mobil  dan berfikir sejenak harus mencari kemana lagi. Aku harus mencari lagi SPBU yang terdekat, bila tidak ingin mendorong mobil atau meninggalkan mobil di jalan. Pilihan SPBU yang lebih dekat adalah SPBU di Lamnyong, jalan menuju Kampus Unsyiah dan UIN. Di perjalanan ke SPBU Lamnyong itu rasa kesalku sudah di ubun-ubun. Banyangkan saja, sudah tiga SPBU aku lewati tidak ada  minyak solar. Aku merasa dipermainkan oleh Pertamina.

Tak pelak lagi, ketika tiba di SPBU Lamnyong, aku tidak melihat ada papan ( notice) yang menyatakan solar habis. Aku menhentikan mobil dan langung membuka tanki minyak. petugas SPBU langsung mengatakan, sola habis Pak. Shit, sialan. Lalu?  Tanyaku.  Petugas itu mengatakan, yang ada Dexlite Pak. Ras kesalku semakin memuncak. Maka, aku bertanya, mengapa selalu tidak ada solar? Karena ia petugas biasa, dia hanya mengatakan, saya tidak tahu Pak. 

Akhirnya, karena tidak ada pilihan lain, aku dengan sangat terpaksa mengisi Dexlite. Aku merasa ini adalah cara pemaksaan terhadap konsumen oleh pihak pemerintah melalui Pertamina untuk beralih ke Dexlite yang harganya lebih mahal dari solar. Ya, sebagai konsumen aku boleh mengeluh dan menyampaikan rasa tidak puas dengan pelayanan SPBU yang merupakan milik Pertamina itu. Tentu tidak salah, kalau aku harus merepet, bahkan mencerca perilaku buruk yang diperlihatkan oleh Pertamina terhadap konsumen selama ini. Dalam hatiku berkata, ini pemerintah dan Pertamina sudah tidak etis dan bertindak dan berperilaku tidak elegan. Ini adalah cara licik yang dilakukan oleh pemerintah dan Pertamina dalam urusan BBM. 

Ingin memperlihatkan kepada rakyat bahwa tidak ada kenaikan harga BBM seperi di zaman Soeharto atau Presiden setelahnya, yang kala itu ingin menaikan  harga minyak atau BBM itu diumumkan dahulu yang kemudian diikuti oleh penolakan rakyat. Sekarang tampaknya berbeda, yang dilakukan adalah mengubah produk dengan nama yang macam-macam itu, lalu harganya naik sesuka hati pemerintah dan Pertamina.  Dengan cara ini, kesan yang muncul adalah pihak pemerintah dan Pertamina tidak pernah menaikan  harga BBM. Jadi sangat picik bukan? Ya,  Itulah pikiran -pikiran yang bergejolak dalam kepalaku melihat perilaku Pertamina yang sengaja membuat minyak tertentu seperti Solar dan Premium langka di SPBU.

Terlepas apakah yang ada di pikiranku yang keluar saat merasa teraniaya dengan pengurangan atau peniadaan minyak solar di SPBU-SPBU tersebut, bagiku cara yang demikian itu memang sangat tidak etis dan tidak elegan. Pemerintah tidak salah untuk menaikan harga BBM, tetapi tidak seperti cara yang dilakukan sekarang ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun