Mohon tunggu...
aldi tabrani
aldi tabrani Mohon Tunggu... Lainnya - Allegans contraria non est audiendus

Mahasiswa Hukum Internasional dan Eropa The Hague University di Den Haag, Belanda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbandingan Aturan Darurat Covid-19 Indonesia dengan Negara Lain dalam Koridor Negara Hukum

13 Mei 2020   14:40 Diperbarui: 14 Mei 2020   05:35 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pandemik covid-19 memaksa berbagai Negara untuk mengeluarkan aturan darurat pencegahan serta pengurangan jumlah korban. Dari mulai lockdown atau physical distancing, berbagai Negara mempunyai kebijakan sendiri yang dinilai tepat dengan kondisi terkini mereka. Berbagai aturan darurat tersebut didasari oleh konstitusi setiap Negara. 

Walaupun konstitusi setiap Negara berbeda, pada dasarnya mereka sama-sama memberikan ijin penerapan state of emergency. Sebagai contoh, Pemerintah Amerika Serikat mendeklarasikan state of emergency, baik di level federal dan Negara bagian. ketika tindakan pemerintah selama keadaan darurat mengganggu hak konstitusional warga Negara, tindakannya masih mungkin dianggap konstitusional. Hal inilah yang memberikan ijin bagi setiap Gubernur untuk membatasi ruang gerak dan kebebasan warganya dengan menutup tempat publik serta memberikan sanksi denda bagi pelanggar.

Amerika Serikat yang dahulunya koloni Inggris menganut sistem hukum Anglo-saxon atau lazim disebut common law. Dalam sistem Anglo-saxon yang berasal dari Inggris ini, terdapat konsep yang dinamakan Rule of law. Konsep ini berarti pembatasan kekuasaan Negara dengan menjunjung tinggi supremasi hukum sebagai landasan bertindak untuk seluruh elemen bangsa. Sebagai contoh, Presiden Donald Trump tidak bisa memerintahkan FBI untuk menangkap Obama seenaknya. Seluruh manusia termasuk pemerintah harus tunduk pada hukum. Dalam keadaan normal, Pemerintah federal maupun Negara bagian tidak bisa melarang warga Amerika untuk keluar rumah. Konstitusi Amerika menjamin kebebasan dan seluruh elemen masyarakat wajib mematuhinya. Hal ini menjadi berbeda ketika Pemerintah Amerika mendeklarasikan State of emergency. Seperti penjabaran sebelumnya, tindakan yang seharusnya dianggap inkonstitutional masih dapat dianggap konstitutional dikarenakan urgensi darurat Negara. 

            Indonesia yang pernah dijajah Belanda, menganut sistem hukum Romano-Germanic Eropa kontinental atau sering disebut sebagai civil law. Konsep rule of law juga ada dalam sistem hukum ini, yakni "Rechtstaat" yang berarti "Negara Hukum" dalam Bahasa Indonesia.  Ini tertuang dalam konstitusi Indonesia, Undang-Undang dasar 1945. Pasal 1 ayat 3 UUD 45: "Indonesia adalah Negara Hukum." Serupa dengan rule of law, Rechtstaat juga bertujuan untuk mengurangi kekuasaan Negara. Ini berarti Negara hanya bisa menggunakan kekuasaannya berdasarkan Hukum yang berlaku dengan cara yang diatur oleh hukum. Sama seperti Amerika serikat, Pemerintah tidak bisa semena-mena melarang rakyat untuk keluar rumah. Hal tersebut bertentangan dengan UUD 45 yang menjamin kebebasan. Namun, itu juga dapat berubah dalam keadaan darurat.

            Di Indonesia, perkembangan awal mula aturan social distancing masih berupa imbauan. Pada awalnya, Pemerintah terkesan bimbang akan pilihan dasar hukum mana yang akan digunakan untuk aturan darurat covid-19. Kandidat terkuat memang UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, tetapi Pemerintah juga sempat menimbang opsi untuk menggunakan Perppu Nomor 23 Tahun 1959 mengenai darurat sipil. Perppu darurat sipil ini memang lebih keras dari UU karantina, berbagai tindakan seperti penggeledahan, larangan keluar Rumah, jam malam, pemaksaan dirumah, penyitaan, sensor, larangan kebebasan berekspresi, pembredelan pers, dll. Perppu ini juga membuat tembusan bagi tugas TNI dan Polri. Presiden sebagai penguasa darurat dibantu oleh pimpinan TNI & Polri.

            Dilihat dari kacamata awam seseorang bisa berpendapat perppu ini bagus dan tanggap untuk kestabilan Negara. Namun, perppu ini sangat mengancam konsep Negara Hukum (rechstaat). Indonesia bisa balik ke era orde baru. Suatu argumen dapat dibuat bahwa keberhasilan Negara otoriter dalam menghadapi covid-19 bisa menjadi acuan bagi Indonesia untuk mengikuti sistem otoriter. Argumen ini keliru dan berbahaya. Rakyat patut mencontoh tingkat kedisiplinan Negara otoriter, tetapi jangan mendambakan sistem pemerintahan mereka. Pilihan Pemerintah akhirnya jatuh pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 melaksanakan amanat UU tersebut dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 tahun 2020 tentang pedoman pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

            Sesuai penjabaran state of emergency di Amerika Serikat, Konstitusi Indonesia juga memberi wewenang khusus dalam keadaan darurat.  Pasal 12 UUD 45 menegaskan bahwa "Presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-udang." Begitu juga dengan Pasal 22 UUD 45 yang menyatakan: "(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (2) peraturan Pemerintah harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut; (3) jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut. Memang sebetulnya ada sedikit perbedaan antara pasal 12 yang mengatur staatvanoorlog en beleg (state of emergency) dan pasal 22 yang merupakan noodverordeningsrecht (regulasi mendesak).

            Dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-VII/2009, mahkamah mengatakan bahwa pengertian kegentingan yang memaksa tidak dimaknai sebatas hanya adanya keadaan bahaya sebagaimana yang ada di Pasal 12 UUD 45. Meskipun keadaan bahaya yang dimaksud oleh Pasal 12 UUD 45 dapat menyebabkan proses pembentukan Undang-Undang secara biasa atau normal tidak dapat dilaksanakan, namun keadaan bahaya bukanlah satu-satunya keadaan yang menyebabkan timbulnya kegentingan memaksa, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. Namun, kedua kategori tersebut mempunyai makna yang sama sebagai keadaan darurat Negara (State of emergency).

            Presiden telah mengeluarkan Perppu No.1 Tahun 2020 perihal kebijakan keuangan Negara dan stabilitas keuangan dalam menangani covid-19. Sesuai penjabaran diatas, diterbitkannya perppu tentu konstitutional mengingat keadaan Negara darurat. Namun, isi dari perppu tersebut mengandung beberapa frasa yang inkonstitusional. Pasal 27 Perppu No.1 Tahun 2020 ayat (2) dan (3) menyebutkan segala tindakan pemerintah tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata, sekaligus keputusan dan tindakan yang diambil bukan merupakan objek tata usaha Negara jika melaksanakan tugas didasari itikad baik dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud pemerintah di frasa ini adalah Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSKK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK dan LPS.

            Pasal ini tentunya menjadi ancaman bagi UUD 45 yang menyatakan Indonesia sebagai Negara Hukum (rechtstaat), serta melanggar ketentuan Hukum administrati Negara yang memberikan hak bagi setiap warga Negara untuk menuntut pemerintah bertanggung jawab atas tindakan mereka di pengadilan tata usaha Negara. Namun, kembali lagi dengan keadaan darurat Negara yang mengabitkan dibutuhkannya regulasi mendesak mengijinkan lahirnya perppu ini. Momen ditulisnya artikel ini, Dewan Perwakilan Rakyat baru saja menyetujui Perppu ini sebagai Undang-Undang.

            Penggunaan frasa "itikad baik" menimbulkan tanda tanya. Keputusan pemerintah tidak seharusnya didasarkan oleh niat dan sifat pribadi seseorang. Sebaik apapun manusia termasuk pejabat harus dibatasi kekuasaannya. Jika memang mereka menjalankan tugas dengan benar, sanksi perdata dan pidana tidak seharusnya menakuti mereka. Sebagai bagian dari masyarakat madani (civil society), kita harus memastikan bahwa pembatasan hak konstitutional kita memang dalam ruang lingkup untuk menghadapi pandemik covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun