Mohon tunggu...
Syurawasti Muhiddin
Syurawasti Muhiddin Mohon Tunggu... Dosen - Psikologi

Berminat dalam kepenulisan, traveling, pengabdian masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"What's Going On in This World?", Sebuah Katarsis

26 Maret 2020   00:59 Diperbarui: 26 Maret 2020   00:54 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wow.......!!! Setidaknya itulah kata yang keluar dari mulutku pertama kali saat menerima pemberitahuan dari Penanggung Jawab mengenai pembatalan kegiatan yang sudah kami siapkan sejak sebulan sebelumnya. Tentu saja, aku bukanlah orang pertama yang berespon demikian. 

Di muka bumi ini, banyak manusia-manusia lainnya di belahan bumi lain yang terheran dan terkaget dengan efek pandemik Covid-19 yang dimulai dari Cina hingga (Desember 2019) merambat hampir ke seluruh dunia termasuk Indonesia.

Aku tak pernah menyangka bahwa kabar yang aku dengar di Bulan Januari tentang penyebaran virus corona, tentang orang yang meninggal karena hal itu, tentang lock down, tentang kepanikan yang menjalar, semuanya tiba-tiba saja dekat denganku. 

Aku memang tidak yakin tentang anggapan netizen Indonesia bahwa Coronavirus  tidak akan masuk di Indonesia, sementara negara lain telah dibuat pusing, termasuk Arab Saudi yang memilih untuk menghentikan umrah agar menutup akses ke negaranya, termasuk ke Kabah dan Masjidil Haram. 

Aku malah khawatir saat itu, virus itu hanya belum menampakkan dirinya saja (melalui efeknya) atau kita memang lalai dalam mendeteksi keberadaannya. 

Lalu, akhirnya semua terjadi dengan cepat. Kampus ditutup, semua kegiatan ditunda, kuliah online ditegakkan, dan akhirnya tagar social distancing sangat ramai. 

Kedepannya, aku tak tahu pasti apa yang akan terjadi. Apakah pemerintah akan menerapkan lock down atau memilih jalan yang lain? Yang pastinya, angka mortalitas karena covid-19 di Indoensia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara pada saat ini ditulis, dibandingkan negara lain yang notabene sudah terpapar lebih dulu.

Entah, apakah pemerintah dan masyarakat tidak mawas diri dan tidak mengantisipasi karena merasa baik-baik saja? Hingga terkesan kurang siap menghadapi masalah covid-19, masalah kesehatan yang menjalar ke berbagai aspek lainnya, seperti aspek ekonomi dan sosial. Bagaimanapun itu, tak ada pilihan lain saat ini kecuali menerima kenyataan dan berusaha mengatasi berbagai kemungkinan masalah terburuk yang dapat muncul.

Aku tak pernah membayangkan menjadi bagian dari sejarah dunia yang konon katanya berulang setiap 100 tahun sekali, yaitu penyebaran wabah. Tentu saja aku tak pernah tahu bahwa aku akan hidup pada masa dimana akan ada pandemik akibat virus yang menyerang sistem pernapasan ini di tahun 2020. 

Aku hidup di masa ketika orang sampai berebutan bahan kebutuhan dasar. Di tempat lain, bahan kebutuhan pokok bahkan habis di supermarket, di perebutkan dengan paksa. 

Masker, hand-sanitizer, vitamin, yang awalnya mungkin tak pernah dilirik, kini langka akibat panic buying, tak terdistribusi dengan baik, bahkan kepada orang yang sangat membutuhkannya sekalipun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun