Mohon tunggu...
Sylvia Samuel
Sylvia Samuel Mohon Tunggu... Tutor - University

Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Luxurious Brand: Bagaimana Menciptakan Nilai Nasabah melalui Customer Engagement Journey

18 Januari 2021   13:18 Diperbarui: 18 Januari 2021   19:51 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Customer Engagement Journey Map             Source: Stevie Langford, 2020

Di masa pandemi Covid-19, banyak Perusahaan berusaha keras untuk tetap mempertahankan kelangsungan usaha yang dijalankan, baik Perusahaan yang mempunyai aktivitas menjual kebutuhan produk sehari -- hari maupun yang menjual barang-barang premium atau mewah (luxurious of goods). Hal penting bagi pemasar sebuah produk atau jasa Perusahaan saat ini haruslah tetap memperhatikan apa yang disebut sebagai 4C (Value to Customer, Cost to customer, Convenience to customer, serta Communication to customer). Perusahaan yang mempunyai pemikiran di atas, walaupun tidak semuanya, ada diantaranya termasuk salah satunya adalah perusahaan yang menjual barang mewah atau yang dikenal sebagai luxurious brand.

Bagi tiap pembuat produk barang mewah atau luxurious brand tentu mereka memiliki sebuah nilai tambah yang ditawarkan, atau yang lazim disebut sebagai unique value proposition. Hal ini untuk membedakan dari para pesaingnya yang biasanya mereka sebut sebagai salah satu keunggulan kompetitif (competitive advantage). Selanjutnya, merek terkenal dari setiap barang mewah biasanya memiliki desain yang iconic dan biasanya memiliki pengakuan tinggi dari para pemakai yang tentunya sebagian besar adalah orang-orang terkenal di dunia (disebut reputasi merek atau brand reputation). Reputasi merek yang dimaksud seperti ini, baik merek sebuah tas, kemeja, sepatu atau jam tangan sekalipun sangat mudah untuk dapat dikenali, karena memiliki keunikan tersendiri. Barang mewah tersebut biasanya memiliki nilai yang stabil dibandingkan produk lainnya.

Keunikan dari merek-merek terkenal tersebut adalah persistensi dari si pembuat untuk mempertahankan kualitas, akurasi, presisi dan desain yang terus menerus mengalami proses inovasi dalam mengikuti perkembangan perubahan model dan jaman. Lazimnya barang-barang mewah tersebut diperkenalkan melalui program-program eksklusif seperti diperkenalkan melalui forum lelang atau di tengah kumpulan figur-figur terkenal yang mempunyai kesempatan membeli pertama kali. Barang mewah seperti jam tangan misalnya, kemudian menjadi terkenal tentunya tidak lepas dari adanya iklan (yang disebut Communication to customer) di berbagai media distribusi, dan juga digunakan sebagai alat penghitung waktu (time keeper) seperti halnya pada acara ajang olah raga seperti halnya lomba balap mobil formula one, golf dan beberapa ajang bergengsi lainnya. Demikianlah cara merek terkenal melakukan komunikasi dengan para pelanggannya.

Kesuksesan sebuah merek barang mewah di pasar tentu tidak dapat dipisahkan dari konsep pemasaran di era modern yang disebut sebagai 4C di atas. Barang mewah tersebut tetap eksis dan mendapat perhatian pasar karena senantiasa melakukan inovasi terhadap produknya sehingga menciptakan sebuah nilai (value) yang unik bagi setiap produknya.

Hubungan 4C dengan Customer Engagement Journey

Engagement merupakan interaksi antara dua pihak atau lebih serta menjadi sebuah hubungan komunikasi yang prosesnya tertata dengan baik. Interaksi antara perusahaan dengan pelanggan diharapkan dapat menciptakan hubungan antara sebuah merek dan produk yang menyatu dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Engagement sangat penting dalam interaksi bisnis, karena dapat membuat pelanggan potensial menjadi pelanggan yang setia dan loyal. Loyalitas pelanggan yang kuat juga merupakan hal yang penting dalam kaitannya untuk membangun sebuah reputasi merek (brand reputation). Beberapa penelitian, seperti penjelasan Bowden (2009) juga menyebutkan adanya kaitan yang kuat antara Customer Engagement dengan Brand Loyalty.

Di era industri 4.0 dan digital, customer engagement bisa dilakukan melalui beragam macam saluran distribusi, seperti yang dikenal sebagai omni channels. Dalam perjalanannya kaitan antara hubungan perusahaan dengan pelanggan melalui beragam saluran distribusi tersebut, lazim dikenal sebagai customer engagement journey. Menurut Langford (2020), customer engagement journey ini sangat penting dan mempunyai keterkaitan antara proses-proses yang ada dimulai dari Awareness, Consideration, Purchase, Retention dan Advocacy (Gambar).

                                                                                                                

Tahapan pertama disebut sebagai: Awareness yaitu awal dimulai bagaimana sebuah perusahaan mampu menciptakan kesadaran akan eksistensi sebuah merek atau produk yang muncul dari calon pelanggan tentang keberadaan perusahaan, merek dan produk tersebut sehingga mampu menciptakan apa yang disebut sebagai brand of mind. Lazimnya awareness dimulai dengan sebuah aktivitas marketing (communication to customer) dalam mengkomunikasikan produk atau jasanya melalui iklan (komunikasi satu arah) atau media komunikasi dua arah lainnya seperti YouTube misalnya, sehingga para pelanggan tahu akan produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.

Setelah Awareness, masuk tahapan berikutnya yaitu keinginan atau perhatian untuk membeli. Tahapan ini disebut pre-purchase atau purchase intention. Tahap ini disebut juga Consideration, yaitu tahapan dimana pertama kali pelanggan mempunyai keinginan untuk melakukan pembelian atau yang disebut sebagai trial. Purchase intention ini terjadi ketika pelanggan tertarik untuk mengunjungi toko ataupun melakukan kunjungan melalui pembelian secara media online. Pembeli akan mempunyai kesempatan melihat banyak pilihan produk lain yang ditawarkan, sehingga bisa melakukan perbandingan dengan produk sejenis atau produk pesaing. Faktor pembanding akan muncul dari mulai harga (disebut sebagai cost to customer), kemasan produk, isi produk, dan sebagainya, yang kemudian akan memberikan pengaruh dalam keputusan pelanggan untuk melakukan pembelian pertama kali.

Tahapan berikutnya yang disebut sebagai Purchase atau Experience, yaitu tahapan dimana pelanggan sudah selesai melakukan pembelian dan merasakan manfaat dari produk atau jasa yang telah dibeli. Jika produk atau jasa yang dibeli tersebut telah sesuai dengan persepsi dan ekspektasi pelanggan, maka akan tercipta kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Sebaliknya bila tidak memenuhi ekspektasi dan persepsi pelanggan, maka yang akan terjadi adalah sebuah kekecewaan (dissatisfaction). Di tahapan experience ini disebut juga tahapan evaluasi setelah pembelian atau post purchased. Bila hasilnya memuaskan, tahapan ini diharapkan akan menjadi faktor pendorong bagi pelanggan untuk melakukan pembelian kembali (retention) terhadap produk yang telah dibeli tersebut atau tidak sama sekali. Jika terjadi pembelian kembali (retention) produk yang sama maka selanjutnya disitulah akan tercipta sebuah loyalitas pelanggan (customer loyalty) dan loyalitas terhadap merek (brand loyalty).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun