Mohon tunggu...
Syifa Nurrohmah
Syifa Nurrohmah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

İnsanları düzeltebilmemiz için önce kendimizi düzeltmemiz gerekir" ❤

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus

27 Januari 2021   21:49 Diperbarui: 27 Januari 2021   21:57 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Anak berkebutuhan khusus atau yang kerap kali disebut anak istimewa adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik maupun psikologis.

Secara umum anak berkebutuhan khusus dapat disimpulkan (Heward, 2002) sebagai anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain untuk anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya

Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5-14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus.

Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi.

Sedangkan pendidikan adalah seumur hidup. Pendidikan sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup yang mempengaruhi pertumbuhan setiap individu. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Longeveld (2002), mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab secara susila atau segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.

Dalam pandangan Islam sangat menekankan pentingnya pendidikan tanpa membedakan manusia. Kewajiban menuntut ilmu tidak terbatas hanya bagi sebagian atau golongan tertentu saja akan tetapi wajib bagi seluruh manusia baik laki-laki, perempuan, berkebutuhan khusus atau normal. Pandangan Islam tersebut sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat 13 :

Artinya : "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Definisi lain mendidik adalah menuntun seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar sebagai manusia dan anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Sementara itu Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Tuntunan penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia semakin nyata terutama sejak diadakannya konfrensi dunia tentang hak anak pada tahun 1998 dan tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi "Education For all". Implikasi dari statement ini mengikat bagi semua anggota konfrensi agar semua anak tanpa terkecuali (termasuk anak berkenutuhan khusus) mendapatkan layanan pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang selanjutnya dikenal dengan "The Salamanca Statement On Inclusive Education.

Firdaus (2010) menuliskan pentingnya pemahaman pendidikan inklusif karena jika pendidikan inklusif didefinisikan secara sempit atau didasarkan pada asumsi 'anak sebagai masalah' dan jika kemudian definisi tersebut digunakan untuk mengembangkan atau memonitor prakteknya, maka pendidikan inklusif akan gagal dan tidak berkesinambungan.

Tapi, fakta yang ditemukan masih terdapat siswa berkebutuhan khusus yang selalu berada di kelas khusus selama jam sekolah dan tidak sama sekali belajar didalam kelas bersama anak-anak non berkebutuhan khusus. Model tersebut bisa memiliki dampak yang negatif terhadap siswa berkebutuhan khusus, menurut Dunn (1968) dalam Smith (2012) menekankan bahwa memberikan label kepada anak-anak untuk ditempatkan di kelas-kelas khusus membuat suatu stigma yang sangat destruktif bagi konsep diri mereka, serta pemindahan anak dari kelas reguler ke kelas khusus mungkin memberikan pengaruh yang signifikan pada perasaan rendah diri dan problem penerimaan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun