Mohon tunggu...
Syifa Elsa
Syifa Elsa Mohon Tunggu... Salah satu amalan yang tidak terputus adalah ilmu yang bermanfaat, maka menulis adalah bagian darinya.

Menulis |Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti | Life long learner |

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Catatan Refleksi: Manusia dalam Pandangan Kitab Ihya Ulumuddin Karya Imam Al Ghazali

22 Mei 2025   11:18 Diperbarui: 23 Mei 2025   08:32 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar alam dan kehidupannya 

      

         Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan-Nya sebagai bukti bahwa Allah Adalah Al Mulk, Allah Maha Merajai. Allah yang Maha merajai segala alam semesta, seluruh ciptaan di darat maupun di laut, yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi dan juga yang mengambil.

     Namun pernahkah kita sejauh ini berfikir bahwa mengapa kita terlahir sebagai manusia, bukan makhluk yang lain saja? Mungkin jawaban sederhana adalah itu merupakan qadha’ dan qadar-Nya. Sejauh kita hidup di dunia ini, manusia menurut pandanganku adalah unik dengan segala yang dimilikinya, baik dari segi fisik maupun kepribadiannya. Maha kuasa Allah menciptakan manusia ini tidak ada satupun wajah atau fisik yang serupa, juga kepribadian serta sifat pada manusia itu sendiri, sekalipun ia adalah saudara kandung.

      Dalam kutipan kitab Ihya’ Ulumuddin Karya Imam Al Ghazali menyebutkan, “Allah menciptakan malaikat dan memberikannya akal tanpa nafsu, menciptakan binatang dan memberinya nafsu tanpa akal, dan menciptakan manusia dikaruniainya akal dan nafsu. Maka barang siapa yang akalnya mengalahkan nafsunya ia lebih mulia daripada malaikat. Dan Barangsiapa yang nafsunya mengalahkan akalnya maka ia lebih rendah daripada binatang”

     Kutipan tersebut memberikan refleksi bahwa, manusia adalah makhluk ciptaan-Nya yang amat Istimewa, dengan dianugerahkannya akal dan nafsu, maka sebagai manusia sudah seharusnya dapat mempertimbangkan apa yang lebih baik dan manfaat yang harus ia lakukan

      Dalam QS Al Ahzab: 72 yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, lalu dipikul oleh manusia. Sungguh, dia (manusia) itu sangat zalim dan sangat bodoh.”

    Dalam tafsir Ibnu Katsir, maksud dari ayat tersebut dapat kita pelajari bahwa makhluk hidup lainnya tidak mampu memikul amanah yang Allah bebankan, sedangkan manusia adalah salah satu makhluk yang Allah tetapkan mampu untuk memikul amanah yang Allah berikan, yakni Amanah untuk menjadi khalifah di bumi untuk menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar, menaati perintahnya dan menjauhi larangannya. 

     Dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah sekaligus khalifah di muka bumi tak dipingkiri bahwa mengemban amanah amar ma’ruf nahi munkar bukanlah hal yang mudah, tak jarang, juga seringkali manusia berbuat kesalahan dalam menjalani peran di kehidupan ini  karena memanglah manusia bukanlah makhluk yang sempurna, dan kabar baiknya kita selalu memiliki kesempatan untuk bisa memperbaiki itu, karena kemurahan ampunan-Nya dan keridhoan-Nya lah kita akan mendapatkan ampunan Allah asalkan dengan sungguh-sungguh.

         Sejauh ini kita melangkah, kita telah menemui beragam rasa kehidupan suka, duka, pahit, manis, semangat, lelah, cemas, penuh harapan semua adalah rasa dalam perjalanan yang kita sewajarnya kita rasakan karena kita manusia. Diri kita saat ini adalah hasil dari perjalanan kita di masa lalu, merasa berlarut pada kesalahan atau kesedihan bukanlah solusi. Mungkin terlihat mudah jika dikatakan dan sulit untuk diterapkan, maka dari itu jawaban yang tepat adalah menempatkan diri sebagai “pembelajar”.

        Dalam Al Quran disebutkan, “Iqra’” yang berarti bacalah adalah pesan untuk manusia bahwa untuk senantiasa belajar. Di mulai belajar secara syariat yang kemudian di integrasikan pada kehidupan yang kita jalani, Dengan berprinsip sebagai pembelajar, maka hati dan pikiran kita akan selalu terbuka dengan apapun dan akan selalu bermuhasabah diri. Dan tujuan dari belajar kita adalah agar mampu menjadi manusia yang baik untuk Allah dan diri kita sendiri. Tolak ukur nilai kebaikan itu dapat diwujudkan pada tiga aspek yaitu, akhlak kita kepada Allah, akhlak kita kepada diri sendiri dan sesama manusia, juga akhlak kita kepada lingkungan alam di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun