Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Koruptor Ditinjau dari Tiga Tingkatan Spiritual

16 Maret 2018   11:17 Diperbarui: 16 Maret 2018   11:36 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: thebalance.com)

OlehZainul Maarif

Sedikitnya ada tiga tingkatan spiritualitas yang bisa menjadi pengukur di mana posisi koruptor yang tercatat beragama 'Islam' di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tiga tingkat spiritualitas ini adalah iman, islam dan ihsan.

Inti iman adalah kepercayaan pada keberadaan Dzat Adi Kodrati. Dzat itu sebagai Yang Maha Baik. Ukuran keberimanan seseorang pada Dzat itu adalah kesabaran dan rasa syukur.

Orang yang tidak bersabar saat sedang bermasalah bukan orang beriman. Jika seseorang beriman ( mu'min ) pada Dzat Yang Maha Baik, niscaya dia tak ada cobaan. Dia tetap teguh dalam kondisi yang kurang kondusif karena dia yakin Tuhan Maha Besar berbeda.

Bila seseorang tidak bersabar dan terjerat, orang itu bisa terpeleset dari iman karena berpotensi merugikan Tuhan Yang Maha Besar dari apapun. Maka dari itu, sabar merupakan parameter keimanan seseorang.

Pengukur keimanan kedua adalah syukur. Secara ringkas, syukur bisa dimaknai sebagai terima kasih kepada Tuhan atas segala nikmat yang diberikanNya. Orang beriman harus penuh kasih kepada Tuhan atas segala yang melekat dan melingkupi dirinya.

Bila seseorang tidak bersyukur, dia akan gelisah dan melupakan anugerah Tuhan yang sedang disadarinya atau tidak disadarinya. Di situlah alasan mengapa syukur merupakan neraca bagi keimanan seseorang.

Di tingkat lebih lanjut, seseorang seyogianya tak beriman, tapi juga berislam. Definisi Singkat 'Islam orangutan' ( muslim ) versi Nabi Muhammad saw. adalah " man salima al-muslimna min lisnihi wa yadihi ". Orang Islam adalah orang yang perkataan dan perbuatannya selamat dari keburukan.

Pada tingkat yang lebih tinggi lagi, seseorang seyogianya sampai pada level ' ihsan ', yaitu " ta'buda Allah kaannaka tarhu. Wainlam takun tarhu, fainnahu yarka ". Artinya, orang yang berihsan, alias muhsin, adalah orang yang selalu merasa dekat dengan dan diawasi oleh Tuhan.

Bagaimana dengan koruptor? Apakah koruptor itu mukmin, muslim atau muhsin?
Koruptor adalah maling harta negara, tentu bukan seorang muhsin. Saat dia menjabat uang rakyat, dia tak merasa Allah selalu mengawasi tindak tanduknya. Karena itu, koruptor bukan orang yang berihsan.

Apakah, dengan demikian, koruptor adalah muslim? Secara KTP, seorang koruptor mungkin tertangkap sebagai orang beragama islam. Tapi di hakikat, koruptor bukan muslim. Mengapa? Sebab, seperti disinggung di atas, muslim adalah orang yang perkataan dan perbuatannya terjaga dari keburukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun