Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Pemelajar

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Gurauan Pagi: Sahur Seru dan Kocak di Kampung Halaman Tercinta

3 Maret 2025   03:05 Diperbarui: 3 Maret 2025   03:05 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita kocak pas sahur (dok. Nesrine Deep)

Sahur Seru: Kenangan Konyol dan Berkesan di Tempat Tumpah Darahku

Di Desa Watohari, suasana sahur selalu terasa hangat dan berbeda. Suara ayam berkokok dan bunyi mesin motor yang bergegas menuju pasar menciptakan melodi pagi yang akrab. Nyanyian merdu muda-mudi setempat untuk membangunkan orang sahur dan Ibu yang sudah sibuk dini hari di dapur ditemani oleh Adik serta lagu-lagu Nisa Sabyan yang diputar oleh Bapak membuat kami merasa lebih dekat dengan keluarga saat menjelang sahur. Semua orang bersiap menyambut ibadah puasa dengan semangat, riang gembira, termasuk keluarga kecil kami.

Aroma wangi masakan khas Ibu memenuhi ruangan isi dapur serta di sudut-sudut tiang rumah yang ramah. Dari dapur, tercium bau nasi hangat putih, sayur kangkung hijau segar, kuah asam, sambal terasi, ayam goreng, ikan bakar, dan telur dadar serta ikan teri yang menggugah indera penciuman. Ibu selalu punya cara tersendiri untuk membuat sahur menjadi momen yang dinanti-nanti, dengan hidangan sederhana, istimewa yang tidak pernah gagal membuat kami terkesan.

Sambil menikmati hidangan sahur penuh khidmat, Bapak memulai obrolan kecil, ringan. Ia selalu punya cerita lucu tentang pengalaman di masa muda yang terus terbayang hingga usianya kini. Dengan gaya bicaranya yang kalem, karismatik, dan khas, Bapak bisa membuat kami tertawa terbahak-bahak, bahkan saat sahur yang biasanya tenang, khusyuk. Sedangkan Ibu sesekali menimpali gurau, candaan Bapak yang memikat dan menenggelamkan itu.

Adikku, yang nomer dua, selalu punya cara untuk mencuri perhatian dari pasang mata keluarga. Ia seringkali berkata hal-hal konyol, asal bunyi yang membuat suasana semakin ceria di ruang tengah. "Nanti puasa, saya mau jadi Superwoman ataupun Chefess yang banyak bisanya!" katanya sambil menyantap nasi dengan sedikit ngegas dan banyak ngeyel. Tak ada yang bisa menahan tawa saat melihat ekspresinya yang manis, imut, dan agak lucu serta menggemaskan.

Suatu hari di sebuah pagi yang gerimis, Adik dengan raut wajah bingung ketika mendengar kami membicarakan perihal puasa dan puisi. "Kenapa kita tidak boleh makan siang?" tanyanya polos. "Ada apa dengan puisi yang kebanyakan isinya menyayat hati?" tambahnya lugas. Bapak dan Ibu saling lempar pandang, lalu menjelaskan dengan sabar. "Sahur itu untuk persiapan, Nak," jawab Ibu sambil memekarkan senyum. "Puisi juga mungkin diciptakan untuk kekalahan dari pertarungan rasa" sahut Bapak dengan polesan nada sayang.

Di tengah riuhnya obrolan, gemuruhnya kicauan burung liar, senja yang lagi manja-manjanya, dan malam yang mulai bertandang, tiba-tiba Adik mencoba mengambil sambal menggunakan sendok yang terlalu besar. "Lihat, saya bisa jadi juru masak handal seperti para peserta yang mengikuti MasterChef Indonesia!" serunya riang, hebat. Namun, sambal justru tumpah ruah ke atas meja, membuat kami semua terbahak-bahak serta terpingkal-pingkal melihat tingkahnya.

Setiap sahur, kami selalu berkompetisi untuk menghabiskan nasi paling cepat, tepat. Bapak, yang dikenal sebagai 'Raja Nasi', selalu menang di tiap kompetisi pertandingan ini. Namun, kali ini Adik bertekad untuk mengalahkan Bapak dengan segala upaya tanpa lagi ia menghiraukan porsi tampungan di usianya, ususnya. "Saya pasti bisa tumbangkan Bapak!" katanya dengan penuh percaya diri yang menggebu-gebu dan tak tertolong kan lagi.

Ibu memutuskan untuk memasak menu baru dari daftar di dinding hariannya: nasi goreng dengan campuran sayur dan telur. Tak lupa juga, Ibu mempersiapkan bumbu-bumbu tradisional seperti kecap manis, garam, dan merica ataupun santan, kunyit, dan lada. "Ini rahasia dari nenek," katanya penuh semangat, haru. Rasa nasi goreng itu begitu unik, membuat kami semua terkesan, terkesima. Bapak pun berkomentar, bangga; "Nasi goreng ini bisa jadi menu andalan kita sekeluarga, Makkk!"

Setelah dengan lahapnya menyantap sahur, perut kami terasa kenyang seperti buncit kayak orang-orang yang korupsi terliunan maupun penguasa yang serakah pada umumnya. Adik yang biasanya aktif, tiba-tiba terdiam, menguap, mengusap mata. "Kenapa saya jadi ngantuk ya Ma, Pa?" tanyanya. Kami semua tertawa terkekeh-kekeh, karena sepertinya kenyang itu membuatnya malas bergerak dan senangnya rebahan saja di kamar, surga hasil dari kreativitas nya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun