Mohon tunggu...
Syarifah Ratu Siti Khalillah
Syarifah Ratu Siti Khalillah Mohon Tunggu... Content Creator, Publik Speaker, Mahasiswi

Founder & Penulis di @habibahquotes_78 Founder Komunitas Perempuan @alhuriyahmuslimah Duta Pelajar Kreatif Indonesia 2024 Batch 1 Brand Ambassador @pejuangmasukptn | Campus Ambassador @popliteofficial Batch 3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Aman Menjadi Kemewahan : Catatan Kecil Tentang Perempuan dan Ruang yang Tak Lagi Ramah

11 Mei 2025   22:12 Diperbarui: 11 Mei 2025   22:12 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 (Sumber: Freepik)

Kami tidak minta istimewa. Kami hanya ingin rasa aman di trotoar, di angkot, di rumah, di dunia yang katanya tempat pulang. Tapi ternyata... pulang pun bisa menyakitkan.

Sore itu, saya baru saja pulang kuliah. Langit mendung, dan udara lembap menyelimuti jalanan yang ramai dan acuh. Angkot yang datang hampir penuh, hanya tersisa satu kursi di depan, tepat di sebelah sopir. Karena lelah dan ingin cepat sampai rumah, saya naik tanpa banyak pikir.

Tapi di tengah perjalanan, tanpa alasan dan tanpa peringatan, sopir itu menyentuh saya.
Dicolek. Dianggap remeh.
Saya bergeser, tubuh saya menegang, pikiran saya kosong. Rasanya seperti dihantam rasa marah dan takut sekaligus, tapi tak mampu saya suarakan. Saya hanya ingin cepat sampai dan melupakan semuanya. Tapi hingga kini, memori itu tetap hidup dalam ingatan saya, membuat ruang publik terasa seperti jebakan, bukan tempat pulang.

Dan kejadian seperti itu ternyata bukan hanya saya yang alami.
Pernah suatu kali, saya melihat seorang perempuan paruh baya, mungkin sekitar usia 35 tahun, mengalami hal serupa di angkot. Ia hanya diam, menahan risih, dan berusaha menjauh perlahan. Tak ada yang membantunya. Tak ada yang bersuara. Bahkan, beberapa penumpang lain memilih memalingkan wajah seolah-olah tak terjadi apa-apa.

Sejak saat itu, saya sadar: yang salah bukan baju kami, bukan jam pulang kami, bukan cara kami duduk atau berjalan. Yang rusak adalah cara dunia memaklumi tindakan yang mengancam rasa aman kami.

"Pulang ke rumah dengan selamat."

Kalimat sederhana ini menjadi doa yang tak pernah absen dari benak banyak perempuan. Bukan karena berlebihan, tapi karena realita yang membuat "rasa aman" bukan lagi hak dasar, melainkan kemewahan yang harus diperjuangkan setiap hari.

Ketika dunia luar menjadi ruang yang penuh waspada, dan bahkan rumah pun kadang tak sepenuhnya menjamin perlindungan, kita patut bertanya: sebenarnya, ruang aman bagi perempuan itu ada di mana?

Kenapa Rasa Aman Jadi Sulit Didapat?

Data Komnas Perempuan mencatat bahwa angka kekerasan terhadap perempuan terus meningkat dari tahun ke tahun. Bentuknya bermacam-macam pelecehan seksual di ruang publik, kekerasan dalam rumah tangga, perundungan daring, hingga kekerasan berbasis gender di lingkungan kerja atau pendidikan. Banyak dari kasus ini tak pernah sampai meja hukum, karena korban kerap kali dibungkam oleh rasa malu, takut, atau bahkan dilecehkan kembali ketika bersuara.

Seolah-olah menjadi perempuan berarti harus siap hidup dengan berjuta strategi bertahan: dari berpakaian "tidak mengundang," berpura-pura menelepon orang saat berjalan malam, hingga menyembunyikan trauma yang tak kunjung sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun