Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wanita dan "Kewanitaannya"

28 Juli 2020   06:58 Diperbarui: 28 Juli 2020   07:02 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat wanita mengekspos secara umum kewanitaannya, itu adalah bentuk penjajahan dan wujud ketidak staraan gender yang sebenarnya. Semestinya saat seorang pria atau wanita yang memimpin suatu perusahaan, yang tampak darinya bukan dia seorang wanita atau pria, tapi dia sebagai seorang pemimpin, sebagai pengayom dan pelindung seluruh karyawan. Saat ada seorang dosen di depan kelas, bukan dia sebagai pria atau wanita, tapi dia sebagai tokoh intelektual, tokoh pendidik.

Wanita dan pria ada saat mereka melakukan hubungan khusus. Saat mereka melakukan kesepakatan membina keluarga bersama, pembagian peran disesuai dengan kodrat masing-masing. Di sinilah ada penampakan nyata wanita dan pria. 

Sehingga satu kalimat meminang yang paling indah seorang pria atau wanita kepada pasangannya dengan mengatakan: wahai engkau kekasihku, aku ingin membangun hubungan lebih jauh, antara diriku dan dirimu sebagai pria dan wanita. Indah bukan?

Pada akhirnya, wanita dan pria adalah sama kedudukannya sebagai manusia dalam ruang publik, tetapi berbeda dalam bentuk pola hubungan antar keduanya dalam ruang privat. 

Dan persoalannya bukanlah persoalan fisik biologis tetapi lebih pada persoalan peran dan kesempatan. Dengan demikian tidak ada porsi melebih-lebihkan dari seorang laki-laki atau perempuan pada satu sisi, tetapi menjadi satu kesepakatan bersama untuk bekerjasama.

Tuhan menciptakan hampir semua hal saling berpasangan atau berlawanan. Salah satunya adalah adanya wanita dan pria. Keduanya bisa dikatakan berlawanan tetapi lebih tepat jika berpasangan. 

Ada kelebihan yang ada pada diri pria yang tidak ada pada diri wanita, sebaliknya ada kelebihan wanita yang tidak dimiliki pria. Mereka hidup bersanding saling melengkapi. Jika ini konsep dasarnya, maka tidak perlu kita mengkatagorikan siapa lebih mulia siapa lebih hina.

Karena keduanya pasangan, maka saat yang satu dikatakan mulia, maka keduanya mulia, jika salah satunya dikatakan hina maka keduanya sebenarnya hina. Seorang pria yang dianggap sukses dalam area publik, tapi keluarganya berantakan, itu sama dengan gagal. 

Makanya usaha yang harus dilakukan adalah saling memuliakan, bukan saling menghinakan. Karena bukankah tidak ada seorang yang mulia karena menghinakan orang lain? Yang ada mungkin orang yang menang karena berhasil mengalahkan. Tapi bukankah kita tidak sedang berperang antara pria dan wanita? (Syarif).

*Artikel ini pernah dipublikasikan dalam majalah PesanTrend Edisi 2 tahun I 2009

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun