Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semua Masalah Ujungnya adalah "Manusianya"

4 Mei 2020   20:55 Diperbarui: 4 Mei 2020   21:14 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya sedang ingin menulis hal-hal yang serius. Saya sedang ingin serius karena dalam rentang satu bulan ini, saya bertemu dengan orang-orang yang serius. Pertama, saya berkumpul dengan para pakar filsafat Indonesia di Surabaya. Satu minggu kemudian, saya berkumpul dengan para begawan hukum Indonesia di Surakarta. Dua minggu ke depan, saya tengah merencanakan untuk berkumpul dengan para Pemikir Kritis dan Progresif di Semarang. Rasanya, tidak ada tempat lagi untuk bisa hidup tenang dengan cengengesan.

Hidup harus serius, ada banyak masalah besar yang menunggu untuk dicarikan solusi. Masalah kesenjangan ekonomi, kekerasan, imoralitas, degradasi idiologi, carut marut politik, penegakan hukum yang tidak beres, kerusakan lingkungan, sampai politik luar negeri yang mlempem. Jika hanya main-main, maka dalam hitungan satuan tahun ke depan, bangsa kita benar-benar akan tertinggal jauh. 

Bukan hanya itu, ada yang menganalisa, bangsa Indonesia ini akan hilang dan hanya akan menjadi kisah dongeng pengantar tidur jika kita tetap tak peduli. Namun, bisa kita hitung dengan jari, berapa orang-orang yang benar-benar mau serius memikirkannya, bukan seolah serius atau ikut-ikutan serius memikirkan masalah-masalah itu seperti saya.

Melihat begitu carut marutnya masalah tersebut, saya berpikir kapan kira-kira masalah ini akan dapat diselesaikan. Mungkinkah sepuluh, dua puluh tahun ke depan bisa teratasi. Atau jangan-jangan kita hanya mampu memelihara kerusakan dan menunggu sampau kehancuran yang sebenarnya tiba?

Bukan maksud saya untuk mengajak pembaca sekalian untuk pesimis. Saya punya bocoran yang cukup menarik terkait banyak forum-forum serius tersebut. Hampir semua masalah besar yang dihadapi bangsa ini sudah mendapatkan rumusan solusi. Baik dari hulu maupun hilir. Semua konsepnya sudah hampir sempurna. 

Namun, tinggal satu hal yang saya menilai masih menjadi masalah, dan justru menjadi masalah pokok yang harus diperhatikan, yakni masalah "manusia" Indonesia. Aktor pelaku perubahan dan perbaikan itu yang tidak dimiliki oleh Indonesia. Begitu konsep ideal dibuat, selalu berakhir pada pertanyaan, siapa yang akan melaksanakannya? Siapa yang siap mengeksekusinya? Kita kehabisan manusia berani, jujur, dan objektif. Terlalu banyak manusia yang tidak percaya diri atas pandangan-pandangan mandirinya, hipokrit (munafiq) dan penjilat, pecinta kemapanan, dan malas berkeringat.

Pertanyaan paling mudah dilontarkan dan paling sulit diramu jawab dan solusi adalah "mengapa bisa begitu?" dan "terus bagaimana?" Dua pertanyaan itu sebenarnya yang harus dijawab dengan baik. Dengan menjawab pertanyaan yang pertama, kita akan mengetahui sebab, dan dengan mengetahui sebab masalah, kita bisa bersama merumuskan solusi. Mengapa manusia Indonesia "begini"? siapa yang bisa memberikan jawaban yang memuaskan.

Membangun manusia tidak sama dengan membangun gedung dan infrastruktur lainnya. Jika kita merujuk pada unsur pokok pada diri manusia yang di dalamnya ada unsure jasad, hayat, ruh, dan nafsu, maka kita akan bisa merumuskan berbagai masalah dan solusi mengapa manusia Indonesia demikian adanya, dan bagaimana membangunnya agar menjadi manusia yang oke. Unsur jasad dan hayat, mudahlah kita rumuskan, jika gizi dipenuhi, maka aktifitas fisik bisa dipompa. 

Namun bagaimana dengan ruh dan nafs, dua unsur intrinsik dan konotatif. Untuk bisa membangunnya dengan baik dan benar, ruh bisa diarahkan untuk cenderung kepada kebenaran dan kemuliaan, dan untuk bisa aktif-positif, nafs harus dipompa dengan energy dan nalar yang positif. Ini sekedar rumusan yang jelas masih abstrak. Kita butuh workshop seumur hidup untuk merumuskannya. [Syarif_Enha@Nitikan, 2015]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun