Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Apa Dampak Perppu Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja terhadap Pesangon Pekerja?

1 Januari 2023   14:20 Diperbarui: 4 Januari 2023   12:59 2275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 30 Desember 2022 lalu, pemerintah telah menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti UU No. 11 Tahun 2020 Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Selain mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, Perppu No. 2/2022 pun memberi kepastian hukum atas UU Cipta Kerja itu sendiri. Terlepas dari pro-kontra yang kini sedang terjadi.

Khusus di klaster Ketenagakerjaan, Perppu Cipta Kerja penyesuaian terjadi atas dasar aspirasi masyarakat, seperti: pengaturan upah minimum, pekerja PKWT,  dan pengaturan pekerja alih daya yang sebelumnya berlaku di seluruh sektor usaha. Kini dengan Perppu 2/2022 berubah menjadi diatur jenis pekerjaannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah. Secara dokumentatif, klaster ketenagakerjaan di Perppu No. 2/2022 hanya menempati 41 halaman (hal. 539-578) dari 1.117 halaman yang ada. Jika dibandingkan dengan UU 11/2020 Cipta Kerja, setidaknya ada 29 pasal yang dihapus di Perppu 2/2022. Namun, penghapusan tersebut tidak berhubungan dengan soal pesangon pekerja. Tanpa mau berandai-andai, itu artinya, ketentuan uang pesangon pekerja tetap mengacu pada PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang ditetapkan pada 2 Februari 2021.

Justru tantangannya, apakah setiap pekerja di Indonesia sudah tersedia uang pesangonnya saat harus berhenti bekerja? Entah, atas sebab pensiun, meninggal dunia atau di-PHK? Karena faktanya, hanya 7% pemberi kerja atau perusahaan yang membayar pesangon PHK sesuai aturan yang berlaku. Itu berarti, 93% pemberi kerja membayar uang pesangon pekerja tidak sesuai regulasi. Maka ke depan, pemerintah dan pelaku industri apapun harusnya dapat membuktikan tingkat kepatuhan pembayaran kompensasi pesangon pekerja saat di-PHK sesuai aturan yang berlaku. Patut diketahui, saat ini ada 135,6 juta pekerja di Indonesia dan 60%-nya berada di sektor informal, termasuk UMKM.

Jadi, apa dampak Perppu No. 2/2022 terhadap pesangon pekerja?

Jawabnya, bisa dikatakan tidak ada. Pada Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja, Pasal 156 ayat (1) ditegaskan "Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima". Adapun acuan besarannya terdiri dari: a) uang pesangon (ayat 2), b) uang penghargaan masa kerja (UPMK) (ayat 3), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan dan biaya ongkos pekerja (ayat 4). Setidaknya, ada 17 alasan terjadinya PHK, baik akibat pensiun, meninggal dunia, atau efisiensi perusahaan. Karena itu, setiap pekerja harus tahu aturan mainnya dan setiap pemberi kerja harus benar-benar menerapkannya aturan pesangon yang ada saat ini di PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. 

Sebagai contoh, si A memiliki masa kerja 20 tahun dengan upah terakhirnya Rp. 10 juta. Maka sesuai PP No. 35/2021, saat si A di-PHK atas alasan memasuki usia PENSIUN, maka perhitungan uang pesangan (UP), uang penghargaaj masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) yang diperoleh ada sebagai berikut:

-- UP = 9 X 1,75 X Rp. 10 juta = 157,5 juta

-- UPMK = 7 X Rp. 10 juta = 70 juta

-- UPH = 1 X Rp. 10 juta = 10 juta

Maka, uang pensiun yang diperoleh si A sebesar Rp. 237,5 juta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun