Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beda Santri Pondokan dan Santri Google

22 Oktober 2020   18:44 Diperbarui: 22 Oktober 2020   18:48 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Jujur saya pengagum gaya santri. Santri itu sederhana ada apa adanya. Buktinya, santri doyan kopiahan dan sarungan. Bahkan lengseran hingga mayoran saat khatam Al Quran sudah jadi kebiasaan para santri. Bukan kaum santri, gaya hidup dan jiwa konsumtif hanya kesia-siaan.

Maka sejatinya, santri bukan hanya perilaku, bukan soal pondok pesantren. Tapi santri itu adalah sikap, bahkan jadi gaya hidup bagi sebagian orang. 

Selain pelopor kebaikan, santri juga dilatih untuk bertumpu pada maslahat. Mereka percaya bahwa semua sudah diatur-Nya. Maka santri hanya ikhtiar dan doa yang baik. Tanpa perlu berprasangka buruk kepada siapapun, apalagi meremehkan orang lain. Santri memang is the best-lah ...

Saat di pondok, santri bukan hanya taklim. Tapi juga takzim. Belajar ilmu hingga tinggi tapi tetap menjaga sopan santun. Menyalami dan mengecup tangan kyai atau ustadz itu tradisi kaum santri. 

Bila perlu, sandal kyai pun disiapkan sesaat mau pulang dari majlis ilmu. Santri bergitu hormat, santun, dan sangat menghargai orang lain. Apalagi orang yang dituakan. Maka wajar, santri zaman now terkesan anti mainstream. 

Karena memang hidupnya di pesantren "tidak biasa" tapi "luar biasa". Nyuci pakaian sendiri, mandi selalu antre, sholat selalu berjamaah. Menyimak ceramah kyai di masjid, merenungi lalu muhasabah diri. Sungguh, indahnya jadi seorang santri. Itulah santri pondokan.

Santri pondokan bila punya medsos pun hanya dipakai untuk menebar berprasangka baik. Bukan untuk menebar kebencian. Kata santri pondokan, memang jangan terlalu mudah percaya pada orang. 

Apalagi yang tidak bisa dipercaya. Tapi bukan berarti sebab itu boleh berprasangka buruk. Lebih baik muhasabah saja. Agar tetap eling dan selalu ikhtiar membersihkan hati. Untuk tidak menjauhi kebaikan lalu mendekati prasangka buruk. Santri pondokan hanya istiqomah dalam kebaikan. Katanya itu sudah cukup.

Beda dengan santri google. Sebutan buat mereka yang belajar agama dari google. Doyan belajar tapi sayang "kyai-nya dipilih sendiri". Tidak suka pada kyai yang tidak sepaham, tidak sealiran. Kebaikan, di mata santri google, sangat ekslusif. Hanya untuk orang-orang sepaham dan seperasaan, bukan sepenanggungan.  

Tidak jarang santri google menjadikan pesan agama lebih banyak larangannya. Jangan pilih ini, jangan suka dia, jangan begini jangan begitu. Semuanya larangan. Begitu ditanya pedomannya apa? Jawabnya, yah pokoknya begitu saja. Ehh, giliran ada berita hoaks dan kebencian, inginnya paling pertama menyebarluaskan.  Emang juara santri google dah ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun