Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenapa Tempat Kerja Anda Tidak Sediakan Program Pensiun?

8 Desember 2018   08:24 Diperbarui: 8 Desember 2018   09:01 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : Dokpri


Kenapa Tempat Bekerja Anda Tidak Mau Sediakan Program Pensiun?

Saat ini masih banyak pekerja yang tidak punya program pensiun. Bahkan data menyebutkan hanya 5% saja dari 50 juta pekerja formal yang sudah mengikuti program pensiun. Ada dugaan, penyebabnya karena perusahaan atau kantor tempat bekerja "tidak atau belum mau" menyediakan program pensiun.

Sekarang Tanya, kenapa perusahaan tempat bekerja Anda tidak mau sediakan program pensiun?

Berbagai spekulasi bisa menjadi jawaban atas pertanyaan itu. Tapi setidaknya, ada 4 alasan yang bisa dikedepankan. Kenapa perusahaan tempat Anda bekerja tidak atau belum mau menyediakan program pensiun bagi pekerjanya? Ke-empat alasannya adalah:

1. Tidak tahu dan tidak paham manfaat program pensiun. Adalah fakta masih banyak perusahaan atau pemberi kerja yang tidak tahu tentang program pensiun. Apa dan bagaimana cara perusahaan bisa sediakan program pensiun? Apalagi perusahaan merasa sudah memiliki program wajib seperti Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Maka solusinya adalah edukasi dan sosialisasi ke banyak perusahaan atau pemberi kerja tentang program pensiun harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan.

2. Merasa sudah memiliki JHT dan JP, maka tidak perlu program yang lain. Argumen itu tidak sepenuhnya benar. Karena program seperti JHT dan JP hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar dari pekerja di masa pensiun atau hari tua. Patut diketahui, seorang pekerja membutuhkan 70-80% dari gaji terakhir untuk tetap dapat membiayai hidupnya. Sementara yang diperoleh dari iuran JHT dan JP selama bekerja pun diprediksi hanya bisa meng-cover 30% dari yang diperlukan. Maka untuk itu, program pensiun tambahan masih sangat diperlukan untuk "memastikan kecukupan dana" di masa pensiun.

3. Merasa beban biaya pekerja sudah tinggi, tidak perlu tambah lagi. Jika mau jujur, hari ini kontribusi perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja umumnya tidak lebih dari 8,7% per bulan, yang terdiri dari 3,7% untuk JHT, 2% untuk JP, dan 3% untuk BPJS Kesehatan. Memang tidak ada angka yang ideal buat perusahaan atau pemberi kerja dalam menyiapkan paket kompensasi kepada pekerja. Tapi atas alasan untuk mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera, harusnya perusahaan bisa mencari formula tambahan yang bisa direncanakan untuk program pensiun pekerja.

4. Tidak tahu mekanisme program pensiun. Bila perusahaan "belum punya dana" untuk menyediakan program pensiun tambahan, tentu bukan berarti tidak bisa memiliki program pensiun. Karena iuran program pensiun seperti DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) bisa berasal dari pekerja dan bisa dari perusahaan. Maka atas kepentingan fasilitas perpajakan, seharusnya perusahaan pun tetap bisa memberikan layanan administrasi melalui "system payroll" perusahaan untuk memotong iuran program pensiun bagi pekerja yang berminat.

Maka ke depan, perusahaan atau pemberi kerja patut mempertimbangkan. Penyediaan program pensiun sukarela seperti DPLK untuk pekerja adalah soal moralitas, soal spirit dalam mempersiapkan masa pensiun pekerjanya sendiri. Tidak melulu soal uang atau soal iuran. Kemudahan memberikan akses untuk memiliki program pensiun kepada pekerja, ada iuran atau tidak ada iuran dari perusahaan, harusnya bisa dilakukan. Jadi, ini soal "goodwill" atau iktikad baik dari perusahaan itu sendiri.

Entah kenapa, perusahaan atau pemberi kerja masih "terbiasa" membayarkan manfaat pensiun atau pesangon karyawannya dengan cara "pay as you go", ketika waktunya tiba baru dibayarkan. Padahal, setiap tahun perusahaan pun mencatatkan kewajiban imbalan pasca kerja pekerjanya di laporan tahunan. Namun sayang, dananya tidak dipisahkan. Sehingga pada saat diperlukan, bisa jadi dananya tidak tersedia. Inilah yang bisa memicu persoalan baru dengan pekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun