Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Zaman Now", Berperang Melawan Prasangka

3 Februari 2018   08:54 Diperbarui: 3 Februari 2018   08:55 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Prasangka itu milik orang banyak. Kapan mau dipakai, sungguh bebas-bebas saja. Hampir tidak ada yang menghalangi. Mau omong apa, mau pikir apa? Bukan hanya boleh. Tapi sangat dimaklumi. Begitu kesepakatan para penganut prasangka.

Jangankan manusia. Gunung yang tertutup kabut pun bisa sangka apa saja. Kalo gak kabutnya yang salah ya gunungnya yang salah. Zaman now, gak sedikit orang yang hidup dalam prasangka.

Sejatinya, kata orang bahasa. Prasangka itu berarti pendapat atau anggapan yang kurang baik sebelum tahu kebenarannya. Tanpa bukti. Semua kata orang, semua katanya doang.

Zaman now itu emang aneh.

Zaman makin maju. Ilmu makin tinggi. Status sosial makin hebat. Agama makin paham. Pendidikan makin mentereng.  Orang pintar juga makin banyak.

Tapi di saat yang sama, mereka itu juga menghabiskan sebagain besar waktunya untuk berprasangka buruk. Entah, apa yang disangkakan? Atau apa pentingnya menyangka?

Makin aneh lagi. Prasangka.

Dia yang berprasangka buruk. Dia yang membenci, dia juga yang mencaci-maki. Tapi dia juga yang ajak orang lain tuk ikut seperti dia. Gunung itu, mau ditutup kabut sepekat apapun gak akan pernah berteriak atau mengajak siapapun.

Kita memang boleh tidak empati pada orang lain. Tapi itu bukan berarti "halal" tuk berprasangka atau menyangka orang lain. Banyak orang merasa hebat, merasa pintar bahkan merasa benar. Tapi sayang, hidupnya penuh prasangka. Terkikis prasangka.

Prasangka itu sederhana.

Semua yang diomong orang lain salah. Semua yang dikerjakan orang lain salah. Yang benar, hanya komentar dan pikiran "orang yang berprasangka" saja. Walau dia sendiri tidak pernah melakukan. Hanya sebatas komentar dan obrolan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun